Selasa, 13 Oktober 2009

Ummu Habibah

12 August 2006 at 1:12 pm | In Artikel Islami | 4 Comments
Inilah sosok wanita yang patut dijadikan teladan bagi muslimah zaman sekarang. Bagaimana tidak? orang-orang terdekat dan dicintainya merupakan musuh baginya. Mereka berusaha memurtadkan dan memalingkannya dari jalan kebenaran. Dialah salah seorang ummul mukminin yang banyak diuji keimanannya.
Sosok tersebut adalah Ramlah binti Abu Sufyan, putri seorang pemuka Quraisy dan pemimpin orang-orang musyrik hingga penaklukan Mekah. Akan tetapi, Ramlah binti Abu Sufyan tetap beriman sekalipun ayahnya memaksa dirinya untuk kafir ketika itu. Abu Sufyan tak kuasa memaksakan kehendaknya, justru anaknya menunjukkan pendirian yang kuat dan kemantapan tekad. Beliau rela menanggung beban yang melelahkan dan beban berat karena memperjuangkan akidahnya.
Pada mulanya beliau menikah dengan Ubaidullah bin Jahsy, seorang  muslim seperti beliau. Tatkala kekejaman kaum kafir terhadap kaum muslimin, Ramlah hijrah menuju Habsyah bersama suaminya. Disanalah beliau melahirkan seorang anak perempuan, yang diberi nama Habibah. Dengan nama anaknya inilah beliau dijuluki (Ummu Habibah).
Ummu habibah senantiasa bersabar dalam memikul beban lantaran memperjuangkan diennya dalam keterasingan dan hanya seorang diri, jauh dari keluarga dan kampung halaman, bahkan terjadi musibah yang tidak dia sangka sebelumnya. Beliau bercerita, “Aku melihat dalam mimpi, suamiku dengan bentuk yang sangat buruk dan menakutkan. Aku pun terperanjat dan bangun, kemudian aku memohon perlindungan kepada Allah SWT dari hal itu. Ternyata tatkala pagi suamiku telah memeluk agama Nasrani. Kuceritakan mimpiku kepadanya, namun ia tidak menggubrisnya.”
Suaminya mencoba dengan segala kemampuan untuk memurtadkannya, namun Ummu Habibah tetap tak bergeming. Bahkan beliau justru mengajak suaminya untuk kembali ke Islam, walaupun ditolak mentah-mentah dan malah suaminya semakin asyik dengan khamr. Hal ini berlangsung hingga ia meninggal.
Hari-hari berlalu di bumi hijrah, dengan ujian-ujian berat menemani Ummu habibah. Terapi dengan keimanan yang dikaruniakan Allah SWT, dirinya mampu menghadapinya. Suatu malam, dia melihat dalam mimpinya ada yang memanggilnya “Wahai ummu mukminin…!”. Beliaupun terperanjat bangun. Beliau menakwilkan mimpi tersebut bahwa Rasulullah SAW kelak akan menikahinya.
Setelah selesai masa iddah-nya, tiba-tiba ada seorang budak wanita (jariyah) dari Najasyi yang memberitahukan kepada beliau bahwa Rasulullah SAW telah meminangnya. Alangkah bahagianya beliau mendengar kabar gembira tersebut, sehingga beliau berkata, “Semoga Allah memberikan kabar gembira untukmu.” Lantas karena senangnya, beliau menanggalkan gelang kakinya lalu diberikan kepada budak wanita yang membawa kabar tersebut. Setelah itu, beliau meminta Khalid bin Sa’id bin Al-‘Ash untuk menjadi wakil baginya menerima lamaran raja Najasy. Rasulullah bertemu dengannya pada tahun ke enam atau ke tujuh Hijriyah. Kala itu Ummu Habibah berumur 40 tahun.
Ummu Habibah menempatkan urusan agama pada tempat yang pertama. Beliau utamakan akidahnya daripada keluarga. Beliau menyatakan bahwa loyalitas beliau adalah untuk Allah dan Rasul-Nya bukan untuk seorang pun selain keduanya.
Dikutip dari majalah Nikah Vol. 5, No. 5, Agustus 2006

“BUKAN SEKEDAR WANITA BIASA”

5 July 2006 at 9:24 am | In Artikel Islami | 9 Comments
sumber : dudung.net
“De’..cariin pendamping buat kakak yaa ?? Mas Rizal udah siap nikah nih !!”, begitu tulis e-mail Mas Rizal, kakakku yang kerja di Batam kepadaku, singkat dan jelas..tapi susah !!
Sebab, aku akhir-akhir ini ngerasa jengah banget dengan kriteria macem-macem dari kakakku. Susah juga punya kakak yang bujang lapuk banget seperti dia..abis usianya sudah bisa dikategorikan tua banget, 27 tahun. Memang, menurut dia belum tua banget, abis temen-temen kakak di Batam, sama juga seperti kakak, belum ada yang nikah di usia segitu..bujang lapuk, gitu aku menyebutnya.
Padahal banyak wanita, banyak akhwat yang siap menikah dan tak urung sering mendekatiku agar dikenalkan dengan kakakku. Apalagi didukung postur tubuh dan wajah imut kakakku, yang orang lain takkan menyangka bahwa usia kakakku sudah 27 tahun, kelihatannya sih masih 20 tahunan gitu… Aku sebenarnya mau sih nyariin Kakakku, tapi..dengan kriteria seabreg yang disodorkan kakak padaku, aku jadi nggak tega nyariin buatnya. Pernah kutanya kriteria minimalnya..”Mas, ada kriteria minimalnya nggak ??, coba kusentil dengan pertanyaan seperti itu..
Jawabnya, “Minimal mirip De’ Rani aja ya ?? Tapi sepuluh kriteria yang Mas Rizal sebutin tempo hari.. minimal harus ada !! Udah yaa..Mas banyak kerjaan nih, kalo bisa dalam satu – dua bulan ini Mas Rizal nggak nelfon-nelfon lagi, dan lebaran nanti pas Mas Rizal pulang, harus ada !!”, nada perintah kakakku terdengar mantap dan jelas, aku sampe terlongong didepan telpon. Tak sadar bahwa Mas Rizal sudah menutup telpon dan mengucapkan salam.
Kubaca lagi kriteria Mas Rizal dalam e-mail yang dikirimkan padaku dua bulan yang lalu. Aku bermaksud akan mencetak e-mail mas Rizal yang panjang tentang “Sepuluh kriteria Mas Rizal itu, diantaranya adalah : Agama dan akhlaknya bagus, Menguasai Fiqh Islam, Bisa sedikit bahasa Arab (minimal Bahasa Arab Pasif, untuk memahami Al Qur’an ) ; Berjilbab ; Sabar ; Cerdas / Smart ; Harus bisa masak, terutama makanan thoyyib dan halal, minimal makanan kesukaan kakak, Sayur Sop ; Mukanya selalu ceria dan bersinar cerah ; Putih ; Tinggi ; Langsing ; dan Menguasai Teknologi (Komputer / Internet), Psikologi, Manajemen. Trus kriteria lain : Kalo bisa matanya bening, dan jernih ; punya lesung pipit yang manis ; pipinya merah delima ; bibirnya merekah ; tubuhnya bersih (tak ada cela) ; bau badannya selalu wangi ; lehernya berjenjang ; mandiri (bisa menghasilkan uang sendiri) ; jari-jemarinya lentik ; dan bisa naek sepeda (sebab di Batam, kemana-mana musti naek sepeda !!) .. entar kalo ada yang kurang, Mas Rizal telfon ade’ lagi deh, ok ? Teman-teman ade’ khan banyak, cariin ya??” Aduuhh..aku sibuk mencari siapa yaa yang cocok untuk Mas Rizal dari kesemua teman wanitaku. Aku lelah, capek.. tanya ke Ustadzah dengan kriteria seabreg gitu..malu banget rasanya.. Mana ada wanita sesempurna seperti pilihannya.
Sepatah kalimat muncul di nokia mungilku, “De’, jangan patah semangat yaa..cariin yang terbaik untuk Mas Rizal !!”. Mas Rizal, lagi-lagi dengan sikapnya yang misterius terus mendesakku.. apakah mas Rizal bener-bener siap dengan segala kriteria yang diajukannya ?? Aku sungguh tak mengerti !! Lekas kubalas SMS singkat pula, “Mas Rizal, kalo bisa minta tolong Ustadz – ustadz Mas Rizal sendiri di Batam, yaa..?? Jangan tunggu calon dari ade’..SUSAH !!”. Terus terang, kadang aku minder banget dengan kriteria mas Rizal yang bejibun banyaknya, aku saja tak memenuhi kriterianya. Pusiiiingg !!! Ya Robb, tunjukkan hidayah bagi mas Rizal !! Itu calon Mas Rizal, kakakku satu-satunya, bagaimana juga dengan calon para Ikhwan di luar sana ?? Deuuy..tahu begini aku tak menyuruh Mas Rizal cepat-cepat nikah !! Anganku melayang kemana-mana, sebab memang aku yang mendesak Mas Rizal nikah, karena usiaku yang tak terpaut jauh darinya pun ingin segera menggenapkan setengah Dien juga. Tapi dengan permintaan Mas Rizal dan harus secepat ini ?? Tak tahulah aku !! Malam ba’da Qiyamul Lail, aku sengaja menyeleksi beberapa orang wanita atau akhwat kenalanku yang sekiranya memenuhi persyaratan ideal Mas Rizal yang kesepuluh. Pertama Si Fitri, “Semuanya cocok, tapi..ups.. dia agak tulalit orangnya, dan satu lagi ia suka latah kalo kaget, aku menggumam sendirian. Si Wati, Nita, Via, Risa..Ahh… capek.. tak ada yang memenuhi syarat kesepuluh dari Mas !! *******************************************
“Tiiiiiiiiiiiiiiiitttttttt…”, terkaget aku mendengar suara jam beker memekakkan telingaku..sudah hampir subuh.. Ahh, aku ketiduran semaleman ditemani biodata teman-temanku. Bersijingkat aku dari tempat tidur, segera mengambil air wudlu.. “Alhamdulillah..”, segar pagi itu terasa sangat menyejukkan hatiku. Hampir jam tujuh pagi, sebelum menyiapkan diri untuk berangkat mengajar di sebuah SMU, aku mencari-cari catatan kriteria Mas Rizal yang kemarin sudah kucetak. Kurang sebulan lagi sudah lebaran, aku harus berusaha keras mencari data akhwat ke teman-temanku yang lain, rencanaku sepulang dari mengajar nanti. Kusimpan baik-baik alamat beberapa teman SMU, teman kuliahku dulu, agar nanti tak kerepotan aku mencari sendiri. Aku akan minta tolong mereka juga. Ikhtiarku..
“Kring..kring..”, telfon di dekatku langsung kusambar, “Assalammu’alaikum..”, terdengar sahut salam di seberang sana, “Ini De’Rani, yaa ?? De’..ini Mas Rizal.. gimana khabarnya ?? ‘Afwan, Mas Rizal sengaja telfon pagi-pagi gini. Tadi ada acara di rumah Ustadz Mas Rizal, jadi sekalian Mas Rizal telfon ade’, pengen tahu perkembangan pencarian buat mas Rizal, yang memenuhi kriteria ada nggak ?”, intonasi suara Mas Rizal terdengar mantap dan agak riang. “Belum Mas !! ‘Afwan yaa..Ade’ ndak punya temen seperti kriteria Mas Rizal !!”, suaraku mantap. “Ya udah deh, nggak usah repot-repot..Mas Rizal nggak mau ngerepotin ade’ !”.
“Bener nih ?? Ntar ade’ nggak jadi nikah dong Mas ?? Sebab, Ibunda bilang kalo Ade’ pengen nikah, musti nunggu Mas Rizal nikah dulu, lagipula ade’ nggak mau duluan dari Mas Rizal nikahnya ??”, aku mencoba beri pengertian pada Mas Rizal. Sebab Ibundaku mulai khawatir aku menjadi perawan tua, nggak laku kawin gara-gara nunggu mas Rizal nikah.
“De’, makanya ade’ nggak usah repot-repot nyeleksi akhwat untuk Mas Rizal. Insya Allah, ada khabar baik dari Ustadz Mas Rizal….”. terdiam lama mas Rizal. “Halo..mas Rizal masih disitu ?? Khabar baik apaan mas ??”, ucapku bersemangat.
“Insya Allah, permata dunia seperti kriteria Mas Rizal sudah tersedia. Dan tadi Mas Rizal udah ta’aruf dengan akhwat itu, jadi ..Mas minta Ade’ kasih tahu sama Ibunda dan Ayah, kalo dalam waktu dekat Mas mau mengkhitbah akhwat pilihan Mas Rizal, sekaligus mohon restu, agar pernikahan Mas Rizal akan diadakan secepatnya di Batam – rumah akhwat calon Mas, kalo di Jakarta, rumah kita, Mas Rizal mau aja, tapi bilang ama Keluarga, Mas Rizal mau secara sederhana saja, sebab waktu cuti kerja buat Mas Rizal cuma seminggu. Kalo Ade’ dan keluarga pengen ikut ke Batam, biayanya Mas Rizal transfer aja ke rekening ade’ dalam waktu dekat.. kasih tahu Mas Rizal yaa..?? gimana ??”.
Aku hanya bisa terpana mendengar tuturan panjang Mas Rizal, jadi..jodoh Mas Rizal sudah ada ?? “Subhanallah.. Barakallah.. Alhamdulillah, ade’ nggak repot-repot nyariin buat Mas Rizal. Mungkin, cuma Ibu ama Bapak, dan Ade’ aja yang ikut, yaa ? Keluarga besar kita ndak ikut ke Batam ?? Trus kesana pake’ uang ade’ dulu aja, entar kalo mas Rizal abis nikah, mas Rizal ganti yaa ??”, ucapku merajuk
“Ya, udah dech De’..By The Way..kriteria Abang yang kemaren itu, semuanya sudah dimiliki oleh Akhwat, calon istri pilihan Abang. Mas Rizal harap Ade’ dan keluarga nggak kaget yaa entar kalo melihat akhwat tersebut !! Ok ?? Eh, udah dulu yaa.. pulsanya jalan terus nih, entar keburu abis pulsa HP Mas Rizal..udah yaa ? Wassalammu’alaykum Wr.Wb”.
Kuletakkan gagang telfon setelah mengucapkan salam. Khabar baik dari Mas Rizal telah menemukan apa yang selama ini dicarinya, akhwat pilihan Mas Rizal, entah sempurna seperti apakah pilihan Mas Rizal, kriteria yang bejibun banyaknya yang membuatku minder, mudah-mudahan wanita, akhwat pilihan mas Rizal memang paket special dari Allah untuk mas Rizalku yang cakepnya juga diatas rata-rata..
Sujud Syukur segera kutunaikan, karena tak perlu hari ini aku berpayah-payah mencari ke beberapa temanku untuk mencari wanita spesial buat mas Rizal, karena toh akhwat itu ternyata tak jauh dari tempat Mas Rizal bekerja di Batam. **************************************
Rombongan Mas Rizal, aku, kedua orangtuaku, dan Ustadz Mas Rizal serta beberapa dari teman ikhwan Mas Rizal mendampingi Mas Rizal di hari resepsi pernikahan yang lumayan sederhana. Aku dan pihak keluarga masih belum dikenalkan oleh calon Istri Mas Rizal. Mas Rizal belum mengijinkan, sebab itu surprais dan kejutan manis buat kami sekeluarga.
Aku masih berada di belakang mas Rizal, ketika akad nikah berlangsung, akhwat-calon istri Mas Rizal masih di dalam kamar pengantinnya. Setelah resmi akad nikah dilakukan dan kedua calon mempelai dipertemukan serta melakukan sholat sunnah. Tibalah aku dipertemukan dengan istri Mas Rizal yang ternyata.. Subhanallah..Allahu akbar..
Berdegup jantungku, melihat Mas Rizal memanggilku dan kedua orangtuaku…”De’, sini deket ama Mas Rizal, sama Ibu dan Bapak yaa..Mas Rizal mau kenalin nih ama Istri Mas tercinta”, ucap Mas Rizal sambil berkedip kearah istrinya yang saat itu menggunakan gaun putih pengantin, sementara Mas Rizal mengenakan jas, serasi dengan gaun istrinya.
“Mbak Izzah. De’ Rani..udah kenal ama Mbak khan di Jakarta ??”, suara lembut wanita itu singgah ke otakku. Allahu Robbi..Aku tak percaya melihat sosok wanita dihadapanku..sosok akhwat mulia yang menjadi pendamping Mas Rizal..Allahu Akbar..kiranya inilah bidadari sempurna yang diberikan Allah pada Mas Rizal di dunia, dan lidahku kelu tak bisa berkata apa-apa untuk mengungkapkan semua yang muncul sekilas dihatiku dan ingin segera kukatakan pada Mas Rizal. Tiba-tiba..dari sudut mataku, aku menangis terharu.. bahkan kedua orang tuaku pun demikian, tak percaya dengan wanita pilihan Mas Rizal..yang bukan hanya sempurna, tapi memang bukan sekedar wanita biasa.. Kami telah mengenal wanita itu sejak lama.. Subhanallah.. ****************************************
Yup..Wanita atau Akhwat Spesial pilihan Mas Rizal, adalah seorang Janda (istri dari salah satu ikhwan yang telah meninggal dalam usahanya berdakwah di Ambon, menegakkan Ad Dien), usianya pun sudah hampir 32 tahun, anak Beliau sudah empat, mirip ketika Nabi SAW menikahi Ibunda Khadijah r.a..yang hingga akhir hayatnya setia mendampingi Rasulullah SAW.
Alhamdulillah..agaknya kedua orangtuaku pun setuju dengan pilihan Mas Rizal, karena sejak dulu Ibundaku sangat menghormati Mbak Izzah Syifana, istri Mas Rizal, bahkan ingin segera menjodohkan Mas Rizal dengan Beliau meski statusnya sudah menjanda. Tetapi Mbak Izzah terlanjur pindah mengikuti kehendak kakaknya yang Ustadz juga di Batam. Tak tahunya..jodoh memang tak kemana, di Batam pula akhirnya Beliau dipertemukan dengan Mas Rizal, Kakakku tercinta. Baru aku tahu, kenapa banyak kriteria yang Mas Rizal ajukan, sebab Mas Rizal memang orang yang spesial, sehingga berbesar hati dan berlapang dada menerima akhwat yang terlampau lebih spesial dari kriteria Mas Rizal sendiri !! Semoga Barakah dan limpahan rahmat senantiasa menyertainya..Amin. Dalam e-mail Mas Rizal, dua bulan sejak resepsi sederhana diJakarta, rumah kami sekeluarga, Mas Rizal baru menerangkan kenapa banyak sekali kriteria yang diajukan Mas Rizal kepadaku, sebab hampir-hampir saat ini memang tak ada akhwat sejenis itu di Jakarta, kecuali akhwat produk jaman kuliah Mas Rizal, yang memang aku mengakui sangat bagus ghirah atau semangatnya dalam berdakwah.
Teman-temanku yang pernah memendam hati pada Mas Rizal serentak ‘agak’ kecewa, setelah kusampaikan kabar terbaik tentang pernikahan Mas Rizal, karena Mas Rizal perfect banget orangnya.
Lantas, Mas Rizal menuturkan kembali, tentang kriterianya satu persatu : “De’ Rani, tahu ngga’ kenapa harus banyak kriteria untuk istri Mas ? Mas Rizal ingin ade’ seperti Mbak Izzah, istri Ms untuk meningkatkan kualitas pribadi ade’, diantarannya ialah : Agama dan akhlak ade’ musti bagus, Menguasai Fiqh Islam, Bisa sedikit bahasa Arab (minimal Bahasa Arab Pasif, untuk memahami Al Qur’an) : Mas Rizal pun hingga kini belajar capai semua dengan susah payah, sampai menunda nikah di usia yang ke-27, sebab lelaki yang jadi Qowwam / pemimpin dalam keluarganya dan ketika di rumah, sang Istri wajib kiranya mengajari hafalan Qur’an pada jundi – jundiyahnya..
Berjilbab : karena ia sering membersihkan / mengeramasi *RAMBUT*nya dengan *JILBAB* yang akan menghilangkan *KETOMBE* dari pandangan lelaki yang belum tentu menjadi *JODOH* nya ! Sudah jelas khan De’ kriteria seperti ini ?? Yang pasti Akhwat dong De’..:).. Istri Mas musti Sabar dan tahan bantingan : he..he.. maksud Mas Rizal, sabar saat suka dan duka .. mendampingi Mas Rizal yang kurang sabar..he.. he.. ketahuan yaa De’..tapi hingga saat ini, Mas Rizal belajar sabar dari..Mbak Izzah !
Cerdas / Smart : Ini perlu, untuk kelanjutan visi dakwah Mas Rizal, menegakkan Islam di Bumi Allah dan bisa mengambil kebijakan ketika Mas Rizal mengalami kesulitan..Amin..
Harus bisa masak, terutama makanan yang thoyyib dan halal, minimal makanan kesukaan kakak, Sayur Sop : Ups..yang satu ini musti De’, tapi jangan diketawain yaa, sebab apa gunanya bisa masak doang, tapi nggak taunya ada yang haram dalam bumbu atau gak bergizi tuk perkembangan jundinya kelak..:).. Mukanya selalu ceria dan bersinar cerah : Maksud Abang, Akhwat tersebut harus selalu berhias dan pake’ bedak di *WAJAH*nya dengan *AIR WUDLU*, niscaya akan bercahaya diakhirat, dan menyejukkan pandangan Abang, ketika melihat muka Beliau sepulang Abang dari kerja..
Putih : Seputih ruhani dan hatinya akibat sering Sholat Sunnah di malam hari, hingga hatinya senantiasa bebas dari penyakit hati, seperti dengki, iri, hasutan, dan lainnya, ade’ pasti tahu mengenai hal ini..
Tinggi : Sebab ia selalu memasang *SEPATU JIHAD* pada *KEDUA KAKI*nya untuk menegakkan Kebenaran dan Keadilan di bumi ?, bukan untuk membuatnya Tinggi hati / sombong !!
Langsing : dengan tubuhnya yang langsing ia mampu QANAAH dalam mengarungi bahtera rumah tangga kami kelak, ini diperlukan, agar ia mampu Zuhud, berkecukupan dengan ma’isyah atau penghasilan dari Mas, baik sedikit maupun banyak, sehingga dan satu lagi..ia biasa Shoum / Puasa sunnah..Alhamdulillah, yang pasti ade’ juga donk !!
Menguasai Teknologi (Komputer / Internet), Psikologi, Manajemen : Untuk mendidik jundi-jundiyah Mas Rizal kelak, agar mampu berkiprah di tengah masyarakat dan mengahadapi tantangan jaman..
Kalo bisa matanya bening, dan jernih : Akhwat tersebut mampu menjadikan *GHADDUL BASHOR* (Menundukkan Pandangan) sebagai *HIASAN KEDUA MATA*nya, niscaya makin bening dan jernih.
Punya lesung pipit yang manis : sebab ia selalu merawat *LESUNG PIPIT*nya dengan *MASKER SENYUMAN*, niscaya dihadapan Mas Rizal senyum-nya akan semakin berseri-seri menawan hati..ehm
Pipinya berwarna merah delima : Ia harus menggunakan *PEMERAH PIPI* pada pipinya dengan Kosmetika *RASA MALU* yang dijual di *SALON IMAN*, agar ia terlihat anggun di depan Mas Rizal..
Bibirnya merekah : karena setiap berhias, ia senantiasa mengoleskan *LIPSTIK KEJUJURAN* pada *BIBIR* nya, niscaya akan semakin indah. Tubuhnya bersih (tak ada cela) => sebab ia senantiasa membaluti *TUBUH*nya dengan *PAKAIAN TAQWA*, niscaya ia makin bersahaja, begitu juga dengan telinganya yang selalu dipakaikan *GIWANG MUSTAMI’ (PENDENGAR)*, agar selalu taat dan patuh kepada ? dan Rasul-Nya, serta nurut pada suami tentunya..yaa De’ ??
Bau badannya selalu wangi : sebab ia selalu memakai *SABUN ISTIGHFAR* untuk meng-hilangkan semua dosa dan kesalahan yang ia lakukan. Lehernya berjenjang : Tak lupa ia selalu mengenakan *KALUNG ‘IFFAH (KESUCIAN)* di*LEHER* jenjangnya, niscaya akan semakin berkilauan. Jari-jemarinya lentik : karena ia menghiasi *KEDUA TANGAN*nya dengan *GELANG TAWADHU’ (RENDAH HATI)*, niscaya orang akan kagum padanya dan memberi *JARI-JARI LENTIK*nya dengan *CINCIN UKHUWAH Islamiyah* (persaudaraan di Jalan Allah – ?), niscaya ia makin disayang banyak orang, terutama Mas Rizal..:)..
Mandiri (bisa menghasilkan uang sendiri) : agar ketika Mas Rizal di PHK atau nggak kerja lagi atau berangkat Jihad atau Dakwah, Beliau – Istri Abang mampu memberi asap untuk dapurnya.. Lagi pula, Mas Rizal rencananya pengen Poligami..ups.. of the record deh ! Tunggu Bulan Madu yang belum selesai..dan nunggu Mas Rizal punya rumah mewah, mobil de el el..eh mungkin ndak yaa De’ ?? J
Dan bisa naek sepeda : yang ini nih belajar tirakat juga, abis kalo di Batam, kemana-mana musti naek sepeda, Mas Rizal kan belum bisa beli Motor / Mobil sendiri !! Biaya hidup di Batam mahal..dua kali lipat di Jakarta De’..jadi musti hemat !! Di Akhir e-mailnya yang terlampau panjang, Mas Rizal menuliskan kata-kata : “Kalo kita berkualitas dan spesial di hadapan Allah, niscaya jodoh yang akan datang kepada kita pun demikian seperti halnya kita”. ***************************************
EPILOG : Allahu Akbar..begitu panjang penjelasan kriteria Abang, yang aku sendiri belum bisa mencapainya hingga saat ini.., aku tak tahu sejak kapan mas Rizal memperoleh kriteria yang Subhanallah, tak sanggup aku menjadi wanita sempurna seperti makna yang ada didalamnya, tapi aku tetap bertekad untuk belajar membaiki semuanya seperti apa yang diinginkan Mas Rizal..kakakku sayang.
No body’s perfect !! Kini, diusiaku yang ke-24 tahun, saat nikah itupun tiba.dan telah hadir pendamping disisiku.. kriterianya pun tak jauh seperti Mas Rizal..Beliau seusia Mas Rizal, 27 tahun.
Beliau tidak seperti kebanyakan lelaki biasa, bukan sekedar ikhwan biasa, Beliau teramat spesial yang dihadirkan Allah untukku. Namanya Bang Arif, begitu aku memanggilnya.. Bang Arif sudah beristri.. dan aku sudah mempercayakan biduk rumah tanggaku padanya.. tuk bersedia Poligami.. Selama ini hubunganku dengan mbak Aisyah, istri Bang Arif pun baik-baik saja, dan hingga kini pun ada perasaan rughbah (kesenangan) diantara kami berdua. Dari beliau, Mbak Aisyah juga aku bisa belajar menjadi wanita sholehah idaman ikhwan..eh maksudku ..idaman Insan !! Karena dari tangan-tangan wanita Sholehah akan terlahir mujahid-mujahidah dakwah baru yang akan menegakkan Islam di Bumi Allah..
Disamping itu, kami..Aku, Mbak Aisyah dan Bang Arif tak pernah henti untuk saling memotivasi.. Allahu Akbar..!! [28082002..saat detik-detik "Mati" seakan tertatih dan kerap menghampiri..Ya Robbi.. sabarkan aku meniti panjangnya jalan dakwah ini.. Amin !!]

Rahasia menikmati amal sholih

6 June 2006 at 9:12 am | In Artikel Islami | Leave a Comment
Rahasia menikmati amal sholih
1.        Jangan pernah sekalipun meninggalkan semua amal sholih terlebih yang wajib
Karena susah untuk memulai lagi ketika sudah meninggalkan
2.        Menggali & mencari ilmu keutamaan amal sholih
3.        Jangan menunda atau berfikir lagi untuk melakukan amal sholih
4.        Lakukan dengan cara benar/syar’i, hiasi dengan adab yang indah, lengkapi dengan kenyamanan fisik
5.        Lakukan secara kolektif sebagai penguatnya

Parameter ukuran cinta Allah
1.        Dari ibnu qayim :
Jika engkau ingin mengetahui cinta Allah padamu dan cinta orang lain lihatlah cintamu pada kalam Allah (cinta pada ayat-ayat Allah)
2.        Kenikmatan kekhusukanmu saat mendengarkan lantunan firman-firman Allah (Ayat-ayat Al-Qur’an, Adzan, dll)

AKHWAT SEJATI

15 May 2006 at 12:58 pm | In Artikel Islami | 36 Comments
Seorang gadis cilik bertanya pada Ayahnya
“Abi…ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati”
Sang Ayah pun menoleh dan tersenyum seraya menjawab
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dari
kecantikan hati yang ada dibaliknya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tapi dilihat dari
sejauh mana Ia menutupi bentuk tubuhnya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari begitu banyak kebaikan yang diberikan, tetapi dari
keikhlasan Ia memberikan kebaikan itu.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dari
apa yang sering mulutnya bicarakan.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari keahlIannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya berbicara.
Sang Ayah terdIam sembari menatap putrinya
“Lantas apa lagi Abi…?”
Ketahuilah putriku….
Akhwat Sejati bukan dilihat dari keberaniannya berpakaian, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia berani mempertaruhkan kehormatannya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari
kekhawatirannya yang mengundang orang jadi tergoda.
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujIan yang Ia jalani, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia menghadapi ujian itu dengan Syukur.
Dan Ingatlah…!!!
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul.
Setelah itu Sang anak kembali bertanya
“Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu Abi…?”
Sang Ayah memberikan sebuah buku dan berkata
“Pelajarilah mereka!!”
Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihat sebuah tulisan
“ISTRI PARA NABI”
Meski kita bukanlah salah satu dari Istri Nabi
Tapi meneladaninya adalah sebuah bentuk kecintaan kita terhadap
Allah SWT

Belajar dari Mujahidah Senja

12 May 2006 at 5:38 pm | In Artikel Islami | Leave a Comment
Belajar dari Mujahidah SenjaOleh: Miftahul Jannah
4 Mei 2006 06:06 WIB
Jika gelap datang tiba-tiba
Ketika kita telah begitu terbiasa dengan cahaya terang-benderang
Sebijak apakah kita menyikapinya?
Saya sebenarnya tidak terlalu mengenalnya dengan baik, ya… tidak sebelum dia benar-benar menginspirasi saya. Dia adalah kakak angkatan saya. Tidak banyak aktivitas bersama yang pernah kami kerjakan. Sekedar bahwa kami sama-sama kuliah di satu universitas, satu fakultas, satu jurusan, dan melibatkan diri di sebuah komunitas muslim fakultas, namun juga di bidang yang berbeda.
Sampai suatu hari saya dikejutkan dengan berita bahwa beliau mengalami sakit yang berefek terhadap penglihatannya. Di hari yang sama ketika saya mendengar berita seorang adik angkatan meninggal dunia, juga teman seangkatan saya yang mengalami kecelakaan yang menyebabkan patah tulang kaki dan tangannya. Ya Allah, saya patut bersyukur dengan kecelakaan kecil yang saya alami sore harinya karena emosi saya benar-benar teraduk-aduk dengan berita-berita duka yang saya dengar sepanjang pagi hingga siang hari itu.
Sayangnya, itupun tidak membuat saya menyegerakan diri silaturrahim ke kediamannya untuk menjenguk atau sekedar menghiburnya. Yah, terlalu banyak alasan-alasan tak bermutu untuk diungkapkan jika ditanya mengapa. Hingga suatu hari saya melihat keramaian di taman fakultas, ada seseorang yang sedang dikelilingi di sana. Saya mendekat, ingin tahu siapa orang yang dikelilingi. ternyata beliau, kakak angkatan saya itu. Subhanallah, ia tandai saya dengan suara tawa saya. Ketika itu saya berjanji untuk membacakannya sesuatu, karena dibacakan sesuatu (buku, majalah, atau buletin) telah menjadi aktivitas barunya pasca tidak lagi bisa melihat.
Namun lagi-lagi saya belum bisa menepati janji, hingga dua hari lalu saya berkesempatan melewati sore yang berbalur hujan dengannya. Saya bersyukur sore itu mengurungkan niat untuk kembali ke kos dan memilih mendekam sementara di sekretariat SKI. Ketika saya masuk ke sekretariat ternyata ada beliau di sana, duduk di sudut sekretariat. Posisi yang aman baginya. Canda-canda ringan tak lepas dari bibir beliau. Kepada seorang rekan beliau minta dibacakan edisi terbaru buletin mingguan SKI kami yang terbit hari itu. “Saya tak pernah melewatkan Embun”, katanya pada saya. Setelah rekan saya selesai membacakan Embun, saya minta izin membacakan dua buah tulisan untuknya, teringat janji yang belum saya tepati. Tulisan yang saya baca bukan hanya sekedar didengar, beliau senantiasa melontarkan sekedar komentar bahkan menganalisis jika pernyataan tulisan yang saya bacakan menarik begi beliau untuk dianalisis.
Tepat ketika saya selesai membacakan tulisan kedua, azan Ashar berkumandang. Saya mengajaknya berangkat shalat. Perjuangan beliau berjalan dari posisi duduknya menuju musholla, memakai sendal, mengambil wudhu, memperbaiki jilbabnya, memakai peralatan shalat, memosisikan diri untuk shalat, melipat kembali alat shalatnya setelah selesai shalat, berjalan kembali ke sekretarian SKI, sungguh menjadi pelajaran tersendiri bagi saya. Tak ada keluhan, bahkan beberapa kali beliau menolak untuk saya tuntun, sebisa mungkin beliau usahakan untuk mengerjakannya sendiri. Misalnya ketika saya hendak membantunya memperbaiki jilbab sehabis wudhu, awalnya ia menolak, meski kemudian ia izinkan saya membantunya karena baginya jilbabnya terasa tetap belum rapi.
“Di rumah kalau pakai jilbab dipakaikan siapa, Mbak?” tanya saya.
“Pakai sendiri dong” jawabnya tetap dengan senyum.
Begitupun ketika saya berusaha menuntunnya berjalan, ia menolak. “Nggak usah dipegangin, sendiri bisa kok” Ia lepaskan tangannya dari tangan saya dan berjalan sendirian, meski harus menyeret tapak kakinya untuk meraba undakan, bahkan tersandung sapu berkali-kali.
Selepas Ashar saya tak kuasa menepis keinginan untuk bertanya padanya, keinginan yang sejak lama saya urungkan karena khawatir pertanyaan saya akan menyakiti hatinya. Pertanyaan klise, pasti sudah banyak yang menanyakan, dan saya tak berani memastikan ia mau bercerita. Bisa jadi ia sudah bosan dengan pertanyaan itu-itu saja. Namun betapa stabilnya keadaannya dalam pandangan saya, membuat saya benar-benar ingin mengambil hikmah darinya. Siapakah yang siap mengalami kebutaan setelah hidup lebih dari dua puluh tahun dengan penglihatan normal?
“Saya juga manusia, sejak pagi sampai siang saya menangis. Wajar kan?”
Itulah jawabannya ketika saya tanya reaksi pertamanya begitu mengetahui bahwa ia telah benar-benar tidak bisa melihat. “Waktu itu saya baru bangun. Saya tanya ibu kenapa gelap semua. Beberapa waktu sebelumnya pernah terjadi hal yang sama, ternyata lampu kamar memang dimatikan. Tapi kini karena mata saya benar-benar tidak bisa melihat lagi.”
“Tapi kemudian saya saya sadar, tidak ada yang sia-sia dari semua ini, Allah ambil penglihatan saya karena Allah ingin menutup satu pintu zina untuk saya.” Subhanallah, itulah dia. Jawaban itu adalah kunci utama bagi reaksi-reaksinya yang menyusul kemudian atas apa yang ia alami. “Saya memang kehilangan satu, tapi saya dapat lebih banyak. Memori saya jadi lebih kuat, pendengaran saya jadi lebih tajam, hati saya jadi lebih peka.”
Sungguh benar, bukan apanya dari ujian yang dialaminya yang menjadi pemikiran tapi bagaimana ia menyikapi ujian itu yang memesona saya. “Optimis”, kata itulah yang saat ini ia patrikan dalam dirinya.
“Jika ALLAH mencintai seorang hamba, Dia mengujinya. Jika ia bersabar, maka ALLAH memilihnya, dan jika ia rela, maka ALLAH mengutamakannya di sisi-Nya.” (Al-Hadits)

Surat Cinta dari Manusia-Manusia yang Malamnya Penuh Cinta

11 May 2006 at 9:59 am | In Artikel Islami | 3 Comments
“Lihatlah hari ini, sebab ia adalah kehidupan,kehidupan dari kehidupan.
Dalam sekejap dia telah melahirkan berbagai hakikat dari wujudmu. Nikmat
pertumbuhan. Pekerjaan yg indah. Indahnya kemenangan. Karena hari kemarin
tak lebih dari sebuah mimpi. Dan esok hari hanyalah bayangan. Namun hari
ini ketika anda hidup sempurna telah membuat hari kemarin sebagai impian
yg indah. Setiap hari esok adalah bayangan yg penuh harapan. Maka lihatlah
hari ini”. (Kalidasa)
Artikel Islami
14 Juli 2005 – 10:58
Surat Cinta dari Manusia-Manusia yang Malamnya Penuh Cinta
Kami tujukan kepada : Insan yang tersia-sia malamnya
Wahai orang-orang yang terpejam matanya, Perkenankanlah kami,
manusia-manusia malam menuliskan sebuah surat cinta kepadamu. Seperti
halnya cinta kami pada waktu malam-malam yang kami rajut di sepertiga
terakhir. Atau seperti cinta kami pada keagungan dan rahasianya yang penuh
pesona. Kami tahu dirimu bersusah payah lepas tengah hari berharap intan
dan mutiara dunia. Namun kami tak perlu bersusah payah, sebab malam-malam
kami berhiaskan intan dan mutiara dari surga.
Wahai orang-orang yang terlelap, Sungguh nikmat malam-malammu. Gelapnya
yang pekat membuat matamu tak mampu melihat energi cahaya yang tersembunyi
di baliknya. Sunyi senyapnya membuat dirimu hanyut tak menghiraukan seruan
cinta. Dinginnya yang merasuk semakin membuat dirimu terlena,menikmati
tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan dengan bantal dan
gulingmu, bergeliat manja di balik selimutmu yang demikian hangatnya.
Aduhai kau sangat menikmatinya.
Wahai orang-orang yang terlena, Ketahuilah, kami tidak seperti dirimu !!
Yang setiap malam terpejam matanya, yang terlelap pulas tak terkira. Atau
yang terlena oleh suasananya yang begitu menggoda. Kami tidak seperti
dirimu !! Kami adalah para perindu kamar di surga. Tak pernahkah kau
dengar Sang Insan Kamil, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya di surga
itu ada kamar yang sisi luarnya terlihat dari dalam dan sisi dalamnya
terlihat dari luar. Disediakan untuk mereka yang memberi makan orang-orang
yang memerlukannya, menyebarkan salam serta mendirikan sholat pada saat
manusia terlelap dalam tidur malam.” Sudahkah kau dengar tadi ? Ya, sebuah
kamar yang menakjubkan untuk kami dan orang-orang yang mendirikan sholat
pada saat manusia-manusia yang lain tertutup mata dan hatinya.
Wahai orang-orang yang keluarganya hampa cinta, Kau pasti pernah mendengar
namaku disebut. Aku Abu Hurairah, Periwayat Hadist. Kerinduanku akan
sepertiga malam adalah hal yang tak terperi. Penghujung malam adalah
kenikmatanku terbesar. Tapi tahukah kau ? Kenikmatan itu tidak serta merta
kukecap sendiri. Kubagi malam-malamku yang penuh syahdu itu menjadi tiga.
Satu untukku, satu untuk istriku tercinta dan satu lagi untuk pelayan yang
aku kasihi. Jika salah satu dari kami selesai mendirikan sholat, maka kami
bersegera membangunkan yang lain untuk menikmati bagiannya. Subhanallah,
tak tergerakkah dirimu ? Pedulikah kau pada keluargamu ? Adakah kebaikan
yang kau inginkan dari mereka ? Sekedar untuk membangunkan orang-orang
yang paling dekat denganmu, keluargamu ?
Lain lagi dengan aku, Nuruddin Mahmud Zanki. Sejarah mencatatku sebagai
Sang Penakluk kesombongan pasukan salib. Suatu kali seorang ulama tersohor
Ibnu Katsir mengomentari diriku, katanya, ” Nuruddin itu kecanduan sholat
malam, banyak berpuasa dan berjihad dengan akidah yang benar.” Kemenangan
demi kemenangan aku raih bersama pasukanku. Bahkan pasukan musuh itu
terlibat dalam sebuah perbincangan seru. Kata mereka, ” Nuruddin Mahmud
Zanki menang bukan karena pasukannya yang banyak. Tetapi lebih karena dia
mempunyai rahasia bersama Tuhan”. Aku tersenyum, mereka memang benar.
Kemenangan yang kuraih adalah karena do’a dan sholat-sholat malamku yang
penuh kekhusyu’an. Tahukah kau dengan orang yang selalu setia
mendampingiku ? Dialah Istriku tercinta, Khotun binti Atabik. Dia adalah
istri shalehah di mataku, terlebih di mata Alloh. Malam-malam kami adalah
malam penuh kemesraan dalam bingkai Tuhan.
Gemerisik dedaunan dan desahan angin seakan menjadi pernak-pernik kami
saat mendung di mata kami jatuh berderai dalam sujud kami yang panjang.
Kuceritakan padamu suatu hari ada kejadian yang membuat belahan jiwaku itu
tampak murung. Kutanyakan padanya apa gerangan yang membuatnya resah. Ya
Alloh, ternyata dia tertidur, tidak bangun pada malam itu, sehingga
kehilangan kesempatan untuk beribadah. Astaghfirulloh, aku menyesal telah
membuat dia kecewa. Segera setelah peristiwa itu kubayar saja penyesalanku
dengan mengangkat seorang pegawai khusus untuknya. Pegawai itu
kuperintahkan untuk menabuh genderang agar kami terbangun di sepertiga
malamnya.
Wahai orang-orang yang terbuai, Kau pasti mengenalku dalam kisah
pembebasan Al Aqso, rumah Allah yang diberkati. Akulah pengukir tinta emas
itu, seorang Panglima Perang, Sholahuddin Al-Ayyubi. Orang-orang yang
hidup di zamanku mengenalku tak lebih dari seorang Panglima yang selalu
menjaga sholat berjama’ah. Kesenanganku adalah mendengarkan bacaan
Alqur’an yang indah dan syahdu. Malam-malamku adalah saat yang paling
kutunggu. Saat-saat dimana aku bercengkerama dengan Tuhanku. Sedangkan
siang hariku adalah perjuangan-perjuangan nyata, pengejawantahan cintaku
pada-Nya.
Wahai orang-orang yang masih saja terlena, Pernahkah kau mendengar kisah
penaklukan Konstantinopel ? Akulah orang dibalik penaklukan itu, Sultan
Muhammad Al Fatih. Aku sangat lihai dalam memimpin bala tentaraku. Namun
tahukah kau bahwa sehari sebelum penaklukan itu, aku telah memerintahkan
kepada pasukanku untuk berpuasa pada siang harinya. Dan saat malam tiba,
kami laksanakan sholat malam dan munajat penuh harap akan pertolongan-Nya.
Jika Alloh memberikan kematian kepada kami pada siang hari disaat kami
berjuang, maka kesyahidan itulah harapan kami terbesar. Biarlah siang hari
kami berada di ujung kematian, namun sebelum itu, di ujung malamnya Alloh
temukan kami berada dalam kehidupan. Kehidupan dengan menghidupi malam
kami.
Wahai orang-orang yang gelap mata dan hatinya, Pernahkah kau dengar kisah
Penduduk Basrah yang kekeringan ? Mereka sangat merindukan air yang keluar
dari celah-celah awan. Sebab terik matahari terasa sangat menyengat,
padang pasir pun semakin kering dan tandus. Suatu hari mereka sepakat
untuk mengadakan Sholat Istisqo yang langsung dipimpin oleh seorang ulama
di masa itu. Ada wajah-wajah besar yang turut serta di sana, Malik bin
Dinar, Atho’ As-Sulami, Tsabit Al-Bunani. Sholat dimulai, dua rakaat pun
usai. Harapan terbesar mereka adalah hujan-hujan yang penuh berkah. Namun
waktu terus beranjak siang, matahari kian meninggi, tak ada tanda-tanda
hujan akan turun. Mendung tak datang, langit membisu, tetap cerah dan
biru. Dalam hati mereka bertanya-tanya, adakah dosa-dosa yang kami lakukan
sehingga air hujan itu tertahan di langit ? Padahal kami semua adalah
orang-orang terbaik di negeri ini ? Sholat demi sholat Istisqo didirikan,
namun hujan tak kunjung datang.
Hingga suatu malam, Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani terjaga di sebuah
masjid. Saat malam itulah, aku, Maimun, seorang pelayan, berwajah kuyu,
berkulit hitam dan berpakaian usang, datang ke masjid itu. Langkahku
menuju mihrab, kuniatkan untuk sholat Istisqo sendirian, dua orang
terpandang itu mengamati gerak gerikku. Setelah sholat, dengan penuh
kekhusyu’an kutengadahkan tanganku ke langit, seraya berdo’a : “Tuhanku,
betapa banyak hamba-hamba-Mu yang berkali-kali datang kepada-Mu memohon
sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikitpun kekuasaan-Mu. Apakah
ini karena apa yang ada pada-Mu sudah habis ? Ataukah perbendaharaan
kekuasaan-Mu telah hilang ? Tuhanku, aku bersumpah atas nama-Mu dengan
kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau berkenan memberi kami hujan secepatnya.”
Lalu apa gerangan yang terjadi ? Angin langsung datang bergemuruh dengan
cepat, mendung tebal di atas langit. Langit seakan runtuh mendengar do’a
seorang pelayan ini. Do’aku dikabulkan oleh Tuhan, hujan turun dengan
derasnya, membasahi bumi yang tandus yang sudah lama merindukannya.
Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani pun terheran-heran dan kau pasti juga
heran bukan ? Aku, seorang budak miskin harta, yang hitam pekat, mungkin
lebih pekat dari malam-malam yang kulalui. Hanya manusia biasa, tapi aku
menjadi sangat luar biasa karena doaku yang makbul dan malam-malam yang
kupenuhi dengan tangisan dan taqarrub pada-Nya.
Wahai orang-orang yang masih saja terpejam, Penghujung malam adalah
detik-detik termahal bagiku, Imam Nawawi. Suatu hari muridku menanyakan
kepadaku, bagaimana aku bisa menciptakan berbagai karya yang banyak ?
Kapan aku beristirahat, bagaimana aku mengatur tidurku ? Lalu kujelaskan
padanya, “Jika aku mengantuk, maka aku hentikan sholatku dan aku bersandar
pada buku-bukuku sejenak. Selang beberapa waktu jika telah segar kembali,
aku lanjutkan ibadahku.” Aku tahu kau pasti berpikir bahwa hal ini sangat
sulit dijangkau oleh akal sehatmu. Tapi lihatlah, aku telah melakukannya,
dan sekarang kau bisa menikmati karya-karyaku.
Wahai orang-orang yang tergoda, Begitu kuatkah syetan mengikat tengkuk
lehermu saat kau tertidur pulas ? Ya, sangat kuat, tiga ikatan di tengkuk
lehermu !! Dia lalu menepuk setiap ikatan itu sambil berkata, “Hai
manusia, Engkau masih punya malam panjang, karena itu tidurlah !!”. Hei,
Sadarlah, sadarlah, jangan kau dengarkan dia, itu tipu muslihatnya !
Syetan itu berbohong kepadamu. Maka bangunlah, bangkitlah, kerahkan
kekuatanmu untuk menangkal godaannya. Sebutlah nama Alloh, maka akan lepas
ikatan yang pertama. Kemudian, berwudhulah, maka akan lepas ikatan yang
kedua. Dan yang terakhir, sholatlah, sholat seperti kami, maka akan
lepaslah semua ikatan-ikatan itu.
Wahai orang-orang yang masih terlelap, Masihkah kau menikmati
malam-malammu dengan kepulasan ? Masihkah ? Adakah tergerak hatimu untuk
bangkit, bersegera, mendekat kepada-Nya, bercengkerama dengan-Nya, memohon
keampunan-Nya, meski hanya 2 rakaat ? Tidakkah kau tahu, bahwa Alloh turun
ke langit bumi pada 1/3 malam yang pertama telah berlalu. Tidakkah kau
tahu, bahwa Dia berkata, “Akulah Raja, Akulah Raja, siapa yang memohon
kepada-Ku akan Kukabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Kuberi, dan
siapa yang memohon ampun kepada-Ku akan Ku ampuni. Dia terus berkata
demikian, hingga fajar merekah.
Wahai orang-orang yang terbujuk rayu dunia, Bagi kami, manusia-manusia
malam, dunia ini sungguh tak ada artinya. Malamlah yang memberi kami
kehidupan sesungguhnya. Sebab malam bagi kami adalah malam-malam yang
penuh cinta, sarat makna. Masihkah kau terlelap ? Apakah kau menginginkan
kehidupan sesungguhnya ? Maka ikutilah jejak kami, manusia-manusia malam.
Kelak kau akan temukan cahaya di sana, di waktu sepertiga malam. Namun
jika kau masih ingin terlelap, menikmati tidurmu di atas pembaringan yang
empuk, bermesraan dengan bantal dan gulingmu, bergeliat manja di balik
selimutmu yang demikian hangatnya, maka surat cinta kami ini sungguh tak
berarti apa-apa bagimu. Semoga Alloh mempertemukan kita di sana, di
surga-Nya, mendapati dirimu dan diri kami dalam kamar-kamar yang sisi
luarnya terlihat dari dalam dan sisi dalamnya terlihat dari luar.
Semoga…
Wassalamu’alaykum warohmatulloohi wabarokaatuh,
(Manusia-Manusia Malam)

Keteguhan seorang Istri

9 May 2006 at 9:27 am | In Artikel Islami | 4 Comments
Barangsiapa yg mengharapkan mati syahid dgn sepenuh hati, maka ALLAH akan memberikan
mati syahid kepadanya meskipun ia mati ditempat tidur (hadis).
Dunia hanya satu terminal dari seluruh fase kehidupan. Hanya Allah yang tahu rentang
usia seorang manusia.
Saya, Khadijah sebut saja demikian, menikah dengan Muhammad, 3 Oktober 1993.
Muhammad adalah kakak kelas saya di IPB. Selama menikah, suami sering mengingatkan
saya tentang kematian, tentang syurga, tentang syahid, dan sebagainya. Setiap kami
bicara tentang sesuatu, ujung2nya bicara tentang kematian dan indahnya syurga itu
bagaimana. Kalau kita bicara soal nikmatnya materi, suami mengaitkannya dengan
kenikmatan syurga yang lebih indah. Bahkan, berulang-ulang dia mengatakan, nanti
kita ketemu lagi di syurga. Itu mempunyai makna yg dalam bagi saya.
Hari itu, 16 Januari 1996, kami ke rumah orang tua di Jakarta. Seolah suami
mengembalikan saya kepada orang tua. Malam itu juga, suami saya mengatakan harus
kembali ke Bogor, karena harus mengisi diklat besok paginya. Menurutnya, kalau
berangkat pagi dari Jakarta khawatir terlambat.
Mendekati jam 12 malam, saya bangun dari tidur, perut saya sakit, keringat dingin
mengucur, rasanya ingin muntah. Saya bilang pada ibu saya, untuk diobati. Saya kira
maag saya kambuh. Saya sempat berpikir suami saya di sana sudah istirahat, sudah
senang, sudah sampai karena berangkat sejak maghrib. Saya juga berharap kalau ada
suami saya mungkin saya dipijitin atau bagimana. Tapi rupanya pada saat itulah
terjadi peristiwa tragis menimpa suami saya.
Jam tiga malam, saya terbangun. Kemudian saya shalat. Entah kenapa, meskipun badan
kurang sehat, saya ingin ngaji. Lama sekali saya menghabiskan lembar demi lembar
mushaf kecil saya. Waktu shubuh rasanya lama sekali. Badan saya sangat lelah dan
akhirnya tertidur hingga subuh. Pagi harinya, saya mendapat berita dari seorang
akhwat di Jakarta, bahwa suami saya dalam kondisi kritis. Karena angkutan yang
ditumpanginya hancur ditabrak truk tronton di jalan raya Parung. Sebenarnya waktu
itu suami saya sudah meninggal. Mungkin sengaja beritanya dibuat begitu biar saya
tidak kaget. Namun tak lama kemudian, ada seorang teman di Jakarta yang
memberitahukan bahwa beliau sudah meninggal. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun.
Entah kenapa, mendengar berita itu hati saya tetap tegar. Saya sendiri tidak
menyangka bisa setegar itu. Saya berusaha membangun keyakinan bahwa suami saya mati
syahid. Saya bisa menasihati keluarga dan langsung ke Bogor. Disana, suami saya
sudah dikafani. Sambil menangis saya menasihati ibu, bahwa dia bukan milik kita.
Kita semua bukan milik kita sendiri tapi milik ALLAH.
Alhamdulillah ALLAH memberi kekuatan. Kepada orang2 yang bertakziah waktu itu, saya
mengatakan : “Doakan dia supaya syahid.. doakan dia supaya syahid”. Sekali lagi
ketabahan saya waktu itu semata datang dari ALLAH, kalau tidak, mungkin saya sudah
pingsan.
Seperti tuntunan Islam, segala hutang orang yang meninggal harus ditunaikan. Meski
tidak ada catatannya, tapi tanpa disadari, saya ingat sekali hutang2 suami. Saya
memang sering bercanda sama suami, “Mas kalau ada hutang, catat. Nanti kalau Mas
meninggal duluan saya tahu saya harus bayar berapa.” Canda itu memang se! ring
muncul ketika kami bicara masalah kematian. Sampai saya pernah bilang pada suami
saya, “kalau mas meninggal duluan, saya yang mandiin. Kalau mas meninggal duluan,
saya kembali lagi ke ummi, jadi anaknya lagi.” Semua itu akhirnya menjadi kenyataan.
Beberapa hari setelah musibah itu, saya harus kembali ke rumah kontrakan di Bogor
untuk mengurus surat2. Saat saya buka pintunya, tercium bau harum sekali. Hampir
seluruh ruangan rumah itu wangi. Saya sempat periksa barangkali sumber wangi itu ada
pada buah-buahan, atau yang lainnya. Tapi tidak ada. Ruangan yg tercium paling
wangi, tempat tidur suami dan tempat yg biasa ia gunakan bekerja.
Beberapa waktu kemudian, dalam tidur, saya bermimpi bersalaman dengan dia. Saya cium
tangannya. Saat itu dia mendoakan saya: “Zawadakillahu taqwa waghafara dzanbaki, wa
yassara laki haitsu ma kunti” (Semoga Allah menambah ketakwaan padamu, mengampuni
dosamu, dan mempermudah segala urusanmu di manasaja). Sambil menangis, saya balas
doa itu dengan doa serupa.
Semasa suami masih hidup, doa itu memang biasa kami ucapkan ketika kami akan
berpisah. Saya biasa mencium tangan suami bila ia ingin keluar rumah. Ketika kami
saling mengingatkan, kami juga saling mendoakan.
Banyak doa-doa yang diajarkan suami saya. Ketika saya sakit, suami saya menulis doa
di white board. Sampai sekarang saya selalu baca doa itu. Anak saya juga hafal. Saya
banyak belajar darinya. Dia guru saya yang paling baik. Dia juga bisa menjelaskan
bagaimana indahnya syurga. Bagaimana indahnya syahid.
Waktu saya wisuda, 13 Januari 1996 saya sempat bertanya pada suami, “Mas nanti saya
kerja di mana?” Suami diam sejenak. Akhirnya suami saya mengatakan supaya wanita itu
memelihara jati diri. Saya bertanya, “Maksudnya apa?”, “Beribadah, bekerja membantu
suaminya, dan bermasyarakat”. Saya berpikir bahwa saya harus mengurus rumah tangga
dengan baik. Tidak usah memikir! kan pekerjaan. Sekarang, setiap bulan saya hidup
dari pensiun pegawai negeri suami. Meskipun sedikit, tapi saya merasa cukup. Dan
rejeki dari ALLAH tetap saja mengalir. ALLAH memang memberi rejeki pd siapa saja,
dan tidak tergantung kepada siapa saja. Katakanlah meski suami saya tidak ada,tapi
rejeki ALLAH itu tidak akan pernah habis.
Insya ALLAH saya optimis dengan anak2 saya. Saya ingat sabda Nabi : “Aku dan
pengasuh anak yatim seperti ini”, sambil mendekatkan kedua buah jari tangannya. Saya
bukan pengasuh anak yatim, tapi ibunya anak yatim. Meski masih kecil-kecil, saya
sudah merasakan kedewasaan mereka. Kondisi yang mereka alami, membuat mereka lebih
cepat mengerti tentang kematian, neraka, syurga bahkan tentang syahid. Rezeki yg
saya terima, tak mustahil lantaran keberkahan mereka.

Wanita-wanita itu

9 May 2006 at 9:19 am | In Artikel Islami | Comments Off
Seringkali kita mendengar nama Ummu Yasir, Ummu Sulaim, Ummu Amarah, ataupun Khansa’ ridhwanallah ‘alaihinna. Merekalah wanita-wanita yang merasakan sentuhan langsung tarbiyah nabawiyah, mereka adalah bagian dari generasi terbaik dalam kurun terbaik yang pernah ada dalam sejarah peradaban manusia. Tapi Islam dan warisan kenabian Muhammad saw, tidak berakhir pada kurun tersebut, ia terus bergerak bersama putaran roda zaman. Maka sejarah Islampun bertaburan nama-nama para pahlawan wanita dari berbagai zaman. Inilah beberapa diantaranya :
- Jullanar, hidup pada abad ke-7 H / 13 M, sepupu dan istri dari salah seorang panglima terbesar dalam sejarah Islam, Mudzaffar Qutz. Kedudukan dan nasabnya yang mulia tidak menghalanginya untuk ikut berlumur debu dalam jihad fisabilillah. Pada perang ‘Ain Jalut yang merupakan turning point kekuatan muslimin dalam menghadapi ekspansi Mongol, ia turut bertempur di medan perang hingga mendapatkan syahid.
Dikisahkan bahwa pada saat mendekati kematiannya, sang suami datang dan berseru padanya “Wahai kasihku !”, ia pun membalas dengan kata-kata yang mencerminkan kedalaman imannya, “Jangan kau katakan itu, tapi katakanlah duhai Islam”, dan pada hari itu , 25 Ramadhan 658 H / 6 Desember 1260 M, terangkatlah ruhnya ke surga, bergabung dengan kafilah para syuhada.
- Syaikhah Rahmah Al-Yunusiah, ia adalah permata Islam dari generasi muta’akhirin. Berbahagialah para muslimah di Indonesia karena memiliki hubungan kebangsaan dengan wanita asal Minangkabau ini. Pada tanggal 1 November 1923 M mendirikan Madrasah lil Banat (Perguruan Diniyah Putri) di Padangpanjang. Murid-murid sekolahnya yang berasal dari seantero Asia Tenggara tidak hanya diajari ilmu-ilmu keagamaan, tapi juga dididik untuk menghadapi penjajahan Belanda. Sikap perlawanan itu juga ditunjukannya dengan menolak bantuan dari pemerintah kolonial Belanda.
Sekolah putri yang beliau dirikan diadopsi oleh Al-Azhar sebagai model untuk sekolah Al-Azhar untuk putri (sekolahnya Noura dalam novel Ayat-Ayat Cinta, he he). Sebagai penghargaan, Al-Azhar memberikan gelar Syaikhah (Syaikh wanita) kepada beliau, tidak ada wanita lain hingga kini yang pernah mendapatkan gelar tersebut dari Al-Azhar.
- Prof. Dr. Aisyah Abdurrahman Bintu Syathi, jika anda adalah penggemar karya-karya Quraish Shihab, nama Bintu Syathi tentu tidak asing lagi. Buku-bukunya kini menjadi rujukan bagi para mahasiswa tafsir dan sastra Arab. Karya tafsirnya, Tafsir Bintu Syathi, mungkin adalah satu-satunya kitab tafsir terkemuka yang pernah ditulis oleh seorang wanita. Pada tahun 1960-an beliau sering memberi kuliah dihadapan para sarjana di Roma, Aljazair, Baghdad, Khartoum, New Delhi, Rabat, dll. Tidak hanya menulis tentang tafsir, beliau juga melakukan studi tentang penyair-penyair kenamaan dari Arab. Beliau juga menulis biografi ibunda Rasulullah, para istri, para putri dan keturunan perempuan dari baginda Rasul. Tulisannya juga mencakup isu-isu kontemporer, termasuk perjuangan melawan imperialisme dan zionisme.
Lahir di Dumyat, delta Sungai Nil dan menyelesaikan pendidikan tinggi di Universitas Fuad I, Kairo. Beliau pernah menjabat sebagai guru besar ilmu-ilmu Al-Qur’an di Universitas Qarawiyin dan guru besar sastra Arab di Universitas Kairo. Warisan terbesarnya selain kitab-kitab karyanya adalah metode yang digunakannya dalam menafsirkan Al-Qur’an (yang ia akui diperoleh dari guru besarnya di Universitas Fuad I yang kemudian menjadi suaminya, Amin al Khuuli).
- Lois Lamya Al-Faruqi, istri dari salah seorang cendekiawan muslim terbesar abad lalu, Ismail Raji’ Al-Faruqi. Dilahirkan pada tanggal 25 Juli 1926, memperoleh gelar B.A dalam bidang musik dari University of Montana (1948) dan M.A dalam bidang yang sama dari Indiana University (1949) dan selanjutnya menjadi staf pengajar di Indiana University. Beliau adalah seorang ahli dalam bidang seni dan budaya Islam, juga menulis beberapa artikel untuk menjelaskan posisi wanita dalam Islam dan mengkoreksi kekeliruan gerakan feminisme yang melanda dunia Islam. Bersama suaminya, beliau juga aktif mengkampanyekan kemerdekaan Palestina. Menjadi co-author bagi suaminya dalam penyusunan The Cultural Atlas of Islam, salah satu karya monumental dalam khazanah budaya Islam.
Buku tersebut benar-benar menjadi warisan terakhir dari mereka, sebab beberapa bulan setelah penerbitan buku tersebut, tepatnya 27 Mei 1986, sekawanan perampok (yang ditengarai sebagai agen-agen Mossad) menyusup masuk ke apartemen mereka dan membunuh mereka berdua. Namanya kini diabadikan oleh Society of Ethnomusicology, Indiana University sebagai nama penghargaan bagi mereka yang berkontribusi dalam bidang musikologi di dunia Islam.
Keempat nama di atas hanyalah sedikit dari mereka yang tidak hidup bersama Rasulullah, tapi insya Allah akan dikumpulkan bersama Rasulullah saw karena iman, ilmu, dan jihad yang mereka lakukan. Selama pelita Islam masih menyala, selalu akan lahir wanita-wanita luar biasa yang turut tampil mengusung panji-panji Islam dan menegakkan bangunan madrasah nabawiyah.
“ Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain……” (Ali Imran : 195)
Kaum wanita adalah saudara kaum laki-laki dalam keimanan (Hadits)

Subhanallah ….

9 May 2006 at 9:16 am | In Artikel Islami | Comments Off
Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya
meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan
pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan
keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah
itu.Kemudian Rosulullah berkata,”tidakkah almarhum mengucapkan wasiat
sebelum wafatnya?” Istrinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan
sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal”
“Apa yang di katakannya?”
“saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan
sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma,
ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang
terpotong-potong.”
“Bagaimana bunyinya?” desak Rosulullah.
Istri yang setia itu menjawab,”suami saya mengatakan “Andaikata lebih
panjang lagi….andaikata yang masih baru….andaikata semuanya….” hanya
itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah
perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah
pesan-pesan yang tidak selesai?”
Rosulullah tersenyum.”sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak
keliru,”ujarnya.
Kisahnya begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk
melaksanakan shalat jum’at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta
yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang
menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala
hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal
sholehnya itu, lalu iapun berkata “andaikan lebih panjang lagi”.Maksudnya,
andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya lebih
besar pula.
Ucapan lainnya ya Rosulullah?”tanya sang istri mulai tertarik.
Nabi menjawab,”adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia
melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia
pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia
melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati
kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang
dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada
lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang
saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu
sehingga ia pun menyesal dan berkata, “Coba andaikan yang masih baru yang
kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh
lebih besar lagi”.Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.
Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?” tanya sang
istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan,”ingatkah kamu pada
suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta
disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur
dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang
musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi
rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu.
Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa
besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata
‘ kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh.
Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan
berlipat ganda. Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila
kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain.
Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama
halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita
sendiri.Karena itu Allah mengingatkan: “kalau kamu berbuat baik,
sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Danjika kamu berbuat buruk,
berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula.”(surat Al Isra’:7)

Menyiasati Emosi Marah Dalam Keluarga

9 May 2006 at 9:11 am | In Artikel Islami | Comments Off
KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat
berpeluang untuk memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa macam-macam.
Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi
emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa
bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang
lebih merusak.
Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan
saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu
memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam
hubungan sosialnya kelak. Ia mungkin akan tampak seolah tidak memiliki
daya tahan atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan
sosial. Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi objek manipulasi
orang lain.
Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan
seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan
kemarahan secara wajar dan proporsional. Heman Elia, menyarankan dalam
mengajar anak mengungkapkan kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin.
Terutama sejak anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak
menyatakan kemarahan dalam bentuk verbal.
Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk
berpikir sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L.
mengungkapkan kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak
seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka
ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia
tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan
perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya
berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan
marah dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, marah menyebabkan tercela.
Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal
setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang
marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera
setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta
maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang
dikatakan Imam Ja’far Ash-Shadiq as, yaitu “Hindarilah amarah, karena hal
itu akan menyebabkan kamu tercela.”
Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah
satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara
keseluruhan. Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata, “Amarah membinasakan hati
dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia
tidak akan dapat mengendalikan pikirannya.”
Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr.
Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh
fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya
berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh
darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi
tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan
hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.
Keempat, marah akan “mempercepat” kematian. Amarah yang terjadi pada
seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli
kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu
mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata,
“Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat
kematian.” Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap
Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu: Pertama, bila Anda sedang marah maka
hendaklah membaca “ta’awwudz” (memohon perlindungan) kepada Allah SWT,
sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan
setan. Nabi saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antaramu marah maka
katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Allah’, maka marahnya akan menjadi
reda”. (HR Abi Dunya).
Kedua, bila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak
banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., “Apabila salah seorang di
antara kamu marah maka diamlah.” (HR Ahmad).
Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila
duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi
saw., “Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah
dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka
berbaringlah.” (HR Asy-Syaikhany).
Keempat, bila upaya ta’awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu
mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah
dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saw., “Sesungguhnya
marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa
dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah
maka berwudulah atau mandilah.” (HR Ibnu Asakir, Mauquf).
Menyiasati marah
Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda memarahinya dengan
kasar, menurut Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah tersebut dengan
memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain
lembab atau basah.
Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam,
mengungkapkan, pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada
pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak.
Misalnya menjauhkan anak dari sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak
untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.
Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan
dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya adalah:
Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun
tugas itu banyak atau pekerjaan yang di luar kemampuannya itu harus
diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak
menerimanya dengan senang.
Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga,
terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.
Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu
akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.
Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih sayang, dan pemberian hadiah.
Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat
wudu dan ajaklah dia berwudu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil
berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.
Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri,
sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego
masing-masing. Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun iklim
keterbukaan dan kasih sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan
anggota keluarga lainnya, seperti dengan anak-anak.
Cara menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka
hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan membalas
kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah
merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya
tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.
Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka
sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin
akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan
menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kia
bersabar. Wallahu’alam

0 komentar:

Posting Komentar