Selasa, 13 Oktober 2009

Menyiasati Emosi Marah Dalam Keluarga

9 May 2006 at 9:10 am | In Artikel Islami | Comments Off
KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat
berpeluang untuk memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa macam-macam.
Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi
emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa
bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang
lebih merusak.
Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan
saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu
memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam
hubungan sosialnya kelak. Ia mungkin akan tampak seolah tidak memiliki
daya tahan atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan
sosial. Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi objek manipulasi
orang lain.
Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan
seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan
kemarahan secara wajar dan proporsional. Heman Elia, menyarankan dalam
mengajar anak mengungkapkan kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin.
Terutama sejak anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak
menyatakan kemarahan dalam bentuk verbal.
Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk
berpikir sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L.
mengungkapkan kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak
seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka
ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia
tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan
perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya
berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan
marah dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, marah menyebabkan tercela.
Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal
setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang
marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera
setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta
maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang
dikatakan Imam Ja’far Ash-Shadiq as, yaitu “Hindarilah amarah, karena hal
itu akan menyebabkan kamu tercela.”
Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah
satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara
keseluruhan. Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata, “Amarah membinasakan hati
dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia
tidak akan dapat mengendalikan pikirannya.”
Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr.
Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh
fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya
berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh
darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi
tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan
hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.
Keempat, marah akan “mempercepat” kematian. Amarah yang terjadi pada
seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli
kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu
mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata,
“Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat
kematian.” Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap
Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu: Pertama, bila Anda sedang marah maka
hendaklah membaca “ta’awwudz” (memohon perlindungan) kepada Allah SWT,
sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan
setan. Nabi saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antaramu marah maka
katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Allah’, maka marahnya akan menjadi
reda”. (HR Abi Dunya).
Kedua, bila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak
banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., “Apabila salah seorang di
antara kamu marah maka diamlah.” (HR Ahmad).
Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila
duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi
saw., “Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah
dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka
berbaringlah.” (HR Asy-Syaikhany).
Keempat, bila upaya ta’awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu
mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah
dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saw., “Sesungguhnya
marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa
dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah
maka berwudulah atau mandilah.” (HR Ibnu Asakir, Mauquf).
Menyiasati marah
Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda memarahinya dengan
kasar, menurut Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah tersebut dengan
memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain
lembab atau basah.
Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam,
mengungkapkan, pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada
pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak.
Misalnya menjauhkan anak dari sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak
untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.
Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan
dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya adalah:
Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun
tugas itu banyak atau pekerjaan yang di luar kemampuannya itu harus
diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak
menerimanya dengan senang.
Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga,
terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.
Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu
akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.
Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih sayang, dan pemberian hadiah.
Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat
wudu dan ajaklah dia berwudu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil
berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.
Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri,
sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego
masing-masing. Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun iklim
keterbukaan dan kasih sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan
anggota keluarga lainnya, seperti dengan anak-anak.
Cara menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka
hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan membalas
kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah
merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya
tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.
Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka
sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin
akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan
menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kia
bersabar. Wallahu’alam

Bila Aku Jatuh Cinta

9 May 2006 at 9:08 am | In Artikel Islami | Comments Off
Allahu Rabbi aku minta izin
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau
Allahu Rabbi
Aku punya pinta
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh
Allahu Rabbi
Izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta
Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan
kasih-Mu
dan membuatku semakin mengagumi-Mu
Allahu Rabbi
Bila suatu saat aku jatuh hati
Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu
Allahu Rabbi
Pintaku terakhir adalah seandainya kujatuh hati
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu…
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu
Amin …

Kisah Perjalanan Ruh Manusia Setelah Matinya

9 May 2006 at 9:06 am | In Artikel Islami | Comments Off
Assalamu’alaikum warohmatullah wabarokatuh.
Berikut ana sampaikan potongan artikel dari majalah Assunnah.
Mungkin ini dapat sedikit membantu.
Jimmy Bondan (27).
Kisah Perjalanan Ruh Manusia Setelah Matinya.
———————————————
Berikut hadits yang penuh berisi nasehat bagi orang yang mau memikirkannya.
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib, dia berkata:”Kami keluar bersama Rasulullah
Salallahu ‘Alaihi wa Salam (mengantarkan) jenazah seorang laki-laki
Anshar. Kemudian kami sampai di kuburan, tetapi belum dibuatkan lahd *1).
Maka Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wa Salam duduk, dan kami duduk di
sekitar beliau. Seolah-olah di atas kepala kami (hinggap) burung *2).
Ditangan beliau terdapat kayu yang beliau pukulkan ketanah sampai
berbekas.
Lalu beliau mengangkat kepalanya, kemudian bersabda:”Berlindunglah kepada
Allah dari siksa kubur!”-dua kali atau tiga kali- kemudian
beliau bersabda:”Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin, saat akan
meninggalkan dunia dan menuju akhirat, turun kepadanya
malaikat-malaikat dari langit, wajah-wajah mereka putih, wajah-wajah
mereka seolah-olah matahari. Mereka membawa kafan dari kafan-kafan sorga,
dan hanuth *3)dari hanuth sorga. Sehingga para malaikat itu duduk dari
hamba yang mukmin itu sejauh mata memandang.
Dan datanglah malakul maut ‘alaihis salam *4) sehingga dia duduk
dekat kepalanya, lalu berkata: “Wahai nafs (jiwa; ruh; nyawa) yang baik,
keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaanNya!”. Maka nyawa itupun
keluar, ia mengalir sebagaimana tetesan air mengalir dari mulut qirbah
(wadah untuk menyimpan air
yang terbuat dari kulit), lalu malakul maut itu memegangnya.
Setelah malakul maut itu memegangnya, mereka (para malaikat yang
berwajah putih itu) tidak membiarkan nyawa itu -sekejap mata di
tangannya, mereka mengambilnya, dan meletakkannya pada kafan sorga itu.
Dan keluarlah darinya bau misk yang paling wangi yang dio dapati di atas
bumi.
Kemudian mereka naik membawa nyawa tersebut. Tidaklah mereka melewati
sekelompok para malaikat, kecuali sekelompok malaikat itu
bertanya:”Ruh siapakah yang baik ini?”. Mereka menjawab:”Si Fulan anak Si
Fulan”, dengan nama terbaik yang dia dahulu diberi nama di dunia.
Sehingga mereka membawa nyawa itu sampai ke langit dunia. Kemudian mereka
minta dibukakan untuk nyawa tersebut. Maka langit dunia
dibukakan untuknya.
Kemudian para penghuni pada tiap-tiap langit mengiringi nyawa itu
sampai ke langit yang selanjutnya. Sehingga membawa nyawa itu berakhir ke
langit yang ke tujuh. Lalu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:”Tulislah kitab
(catatan) hambaku di dalam ‘iliyyin *5), dan kembalikanlah dia ke bumi.
(Karena sesungguhnya dari bumi Kami telah menciptakan mereka, dan darinya
Kami akan mengeluarkan mereka, pada waktu yang lain. Maka ruhnya
dikembalikan) *6) di dalam jasadnya.
Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya:
# Kedua malaikat itu bertanya:”Siapakah Rabbmu?”
# Dia menjawab:”Rabbku adalah Allah”.
# Kedua malaikat itu bertanya:”Apakah agamamu?”
# Dia menjawab:”Agamaku adalah Al-Islam”.
# Kedua malaikat itu bertanya:”Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada
kamu ini?”
# Dia menjawab:”Beliau utusan Allah”.
# Kedua malaikat itu bertanya:”Apakah ilmumu?”
# Dia menjawab:”Aku membaca kitab Allah, aku mengimaninya dan
membenarkannya”.
Maka seorang penyeru dari langit berseru:”HambaKu telah (berkata)
benar, berilah dia hamparan dari sorga, (dan berilah dia pakaian dari
sorga) *7), bukakanlah sebuah pintu untuknya ke surga.
Maka datanglah kepadanya bau sorga dan wanginya sorga. Dan diluaskan
baginya di dalam kuburnya sejauh mata memandang.
Dan datanglah seorang laki-laki berwajah tampan kepadanya, berpakaian
bagus, beraroma wangi, lalu mengatakan:”Bergembiralah dengan apa yang
menyenangkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan
(kebaikan)”. Maka ruh orang mukmin itu bertanya kepadanya:”Siapakah
engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan?” Dia menjawab:”Aku
adalah amalmu yang shalih”. Maka ruh itu berkata:”Rabbku tegakkanlah hari
kiamat, sehingga aku akan kembali kepada istri dan hartaku”.
Dan sesungguhnya seorang hamba yang kafir, pada saat akan
meninggalkan dunia dan menuju akhirat, turun kepadanya
malaikat-malaikat yang memiliki wajah-wajah hitam.
Mereka membawa pakaian-pakaian dari rambu, sehingga duduk darinya
sejauh mata memandang.
Kemudian datanglah malakul maut, sehingga dia duduk di dekat
kepalanya, lalu berkata:”Wahai nafs (jiwa; ruh; nyawa) yang jahat,
keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahannya!”. Maka nyawa itupun
bercerai
-berai di dalam jasadnya. Maka malakul maut mencabutnya, sebagaimana
dicabutnya saffud *8) dari wol yang basah. Lalu malakul maut itu
memegangnya.
Setelah malakul maut memegangnya, mereka (para malaikat yang berwajah
hitam itu) tidak membiarkan nyawa itu -sekejap mata- di tangannya,
sehingga mereka mengambilnya, dan meletakkannya pada pakaian dari
rambut
itu. Dan keluarlah darinya seperti bangkai yang paling busuk yang
didapati di atas bumi.
Kemudian mereka naik membawa nyawa tersebut. Tidaklah mereka melewati
sekelompok para malaikat kecuali sekelompok para malaikat itu
bertanya:”Ruh siapakah yang jahat ini?”. Mereka menjawab:”Si Fulan anak si
Fulan”, dengan nama terburuk yang dia dahulu diberi nama di dunia.
Kemudian minta dibukakan, tetapi langit di dunia tidak
dibukakan untuknya. Kemudian Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wa Salam membaca:
“Sekali-kali tidak dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak
(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lobang jarum.” (QS. Al
A’raf:40)
Lalu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:”Tulislah kitab (catatan) hambaku di
dalam sijjin”, *9) di bumi yang bawah, kemudian nyawanya dilempar dengan
keras.
Kemudian Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wa Salam membaca:
“Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia
seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau
diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS: Al Hajj:31)
Kemudian ruhnya dikembalikan di dalam jasadnya. Dan dua malaikat
mendatanginya dan mendudukkannya:
# Kedua malaikat itu bertanya:”Siapakah Rabbmu?”
# Dia menjawab:”Hah, hah, aku tidak tahu”.
# Kedua malaikat itu bertanya:”Apakah agamamu?”
# Dia menjawab:”Hah, hah, aku tidak tahu”.
# Kedua malaikat itu bertanya:”Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada
kamu ini?”
# Dia menjawab:”Hah, hah, aku tidak tahu”.
Maka seorang penyeru dari langit berseru:”Hambaku telah (berkata)
dusta, berilah dia hamparan dari neraka, dan bukakanlah sebuah pintu
untuknya ke neraka”.
Maka datanglah kepadanya panasnya neraka dan asapnya. Dan kuburnya
disempitkan atasnya, sehingga tulang-tulang rusuknya berhimpitan.
Dan datanglah seorang laki-laki berwajah buruk kepadanya berpakaian buruk,
beraroma busuk, lalu mengatakan:”Terimalah kabar dengan apa yang
menyusahkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan
(keburukan)”. Maka ruh orang kafir itu bertanya kepadanya:”Siapakah
engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan?” Dia
menjawab:”Aku adalah amalmu yang buruk”. Maka ruh itu berkata:”Rabbku,
janganlah engkau tegakkan hari kiamat”.
(HR. Ahmad, dishahihkan Syaikh Al-Albani di dalam Ahkamul Janaiz dan
Shahih Al-Jami’ no:1672)
———————————————————————————————————–
1). Celah yang ada pada kiblat kubur sebagai tempat mayit.
2). Di dalam perkataan ini terdapat isyarat diam di saat penguburan, tidak
mengeraskan dzikir-dzikir, dan berteriak dengan tahlil
(perkataan: Allahu Akbar), maka renungkanlah.
3). Minyak wangi khusus yang dicampur untuk mayit, memiliki aroma yang wangi.
4). Banyak orang menamakannya Izra’il, namun itu tidak ada dalilnya. 5).
Dari kata ‘a-’uluw (tinggi),ada juga yang mengatakan: itu adalah langit ke
tujuh, dan disanalah ruh-ruh kaum mukminin.
6). Dalam kurung ini tidak terdapat di dalam kitab berbahasa Arab yang
kami terjemahkan: Al-Maut, karya Syaikh Ali bin Hasan, tetapi ada di dalam
kitab asalnya, Ahkamul Janaiz karya Syaikh Al-Albani, dan
terdapat di dalam lafazh hadits imam Ahmad di dalam Musnadnya, maka
kamipun menuliskannya.
7). Lihat foot note sebelum ini.
8). Gancu; besi-besi bercabang yang dibengkokkan (ujungnya)
9). Yakni: penjara dan tempat yang sempit.
Dikutip dari Majalah As-Sunnah Hal 07, Edisi 02/Tahun VIII/1425H/2004M

KUPU-KUPU

9 May 2006 at 9:00 am | In Artikel Islami | Leave a Comment
Seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Dia duduk dan mengamati selama beberapa jam kupu-kupu dalam kepompong itu ketika dia berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian sang kupu-kupu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.
Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya. Dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh yang gembung dan kecil, serta sayap-sayap yang mengerut. Orang tersebut terus mengamatinya, karena dia berharap bahwa pada suatu saat, sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya. Sayang, semuanya tak pernah terjadi.
Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengerut. Dia tidak pernah bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil tersebut adalah cara Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya. Sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.
Kadang, perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin malah melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.
Saya memohon kekuatan, dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon kebijakan, dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
Saya memohon kemakmuran, dan Tuhan memberi saya otak dan tenaga untuk bekerja.
Saya memohon keteguhan hati, dan Tuhan memberi saya bahaya untuk diatasi.
Saya memohon cinta, dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Saya memohon kemurahan/kebaikan hati, dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan.
Saya tidak memperoleh yang saya inginkan, saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.
—————
(diambil dari malajah ‘Paras’ No.20/Tahun II Mei 2005)

Pertolongan Allah itu Dekat

8 May 2006 at 10:53 am | In Artikel Islami | 1 Comment
Publikasi: 27/07/2005 09:03 WIB
eramuslim – Hidup di Jerman bisa jadi memang tak seindah dan sebetah di tanah air, betapapun sulit dan semrawutnya tanah air tercintaku. Namun, ternyata hidup di Jerman lebih ‘manusiawi’ dan lebih ‘nyaman’ daripada hidup di Rusia.
Adalah kedatangan seorang sahabat saat silaturahmi ke kediamanku di Aachen, Jerman yang menyebabkan aku harus selalu menggenapkan rasa syukur atas kehidupanku saat ini di Aachen, Jerman.
Betapa tidak, menjadi orang asing di Rusia bukanlah pilihan yang menyenangkan. Orang Rusia sangat dingin terhadap orang asing, sedingin suhu yang menggigit kala winter mengepung Rusia. Jarang orang Rusia yang mau tersenyum dengan orang asing. Bahkan kasir sebuah supermarket pun mahal senyum. Sehingga, ketika ada orang Rusia yang dengan suka hati tersenyum, itu menimbulkan keheranan tersendiri. Suatu ketika, seorang WNI dibuat kesal oleh ulah seorang penjaga toko Rusia yang melempar barang yang akan dibelinya. Emosinya meledak sehingga ia pun melemparkan uang pembayaran barang itu tanpa memikirkan kembaliannya.
Kejadian lain, saat seorang WNI berada di kereta bawah tanah, tiba-tiba saja, seorang bapak Rusia, menghardiknya, “Hei, ngapain kamu di sini?” Dadanya berguncang, rasa khawatir memenuhi dadanya. Ia terdiam, tak mengucap sepatah kata pun. Ucapan bapak tadi memprovokasi orang-orang Rusia yang ada di gerbong kereta bawah tanah itu. Akhirnya, ia pun mengeluarkan kartu diplomatiknya yang menunjukkan bahwa kehadirannya di Rusia adalah untuk bekerja di kedutaaan besar Indonesia. Ya, ia adalah guru di sekolah Indonesia di Moskow. Alhamdulillah, pertolongan Allah datang, begitu kartu selesai ditunjukkan, kereta berhenti pas di stasiun tujuan. Lega. Ia turun dengan gaya penuh kepercayaan diri, walau hatinya sedikit kecut. Bergaya gagah saat kepanikan muncul, menurutnya sangat diperlukan. Karena polisi Rusia sangat pintar membaca body language. Kalau melihat orang asing panik, mereka akan menginterogasi.
Ketidakramahan orang Rusia, tidak hanya sampai di situ. Kalau keluar melewati pintu sebuah toko, setelah melihat-lihat atau membeli sesuatu, dan tiba-tiba alarm berbunyi, bisa-bisa diinterogasi berjam-jam. Walaupun jelas-jelas tidak ada satu pun barang yang lancang diambil. Pengalaman seperti itu menyebabkan, setiap kali habis belanja atau sekedar menengok sebuah toko, sahabatku selalu membaca basmalah memohon kemudahan dan dijauhkan dari musibah.
Dari pengalaman itu, bisa jadi orang Jerman lebih ramah terhadap orang asing. Senyuman dan sapaan guten morgen (selamat pagi) atau guten tag (selamat siang) atau schoenes wochenende (semoga akhir pekan anda menyenangkan) adalah sapaan yang akrab di telinga kala mampir di kasir toko-toko di Jerman. Tetapi, bukan berarti hidup di Jerman tanpa problem. Sikap sinis beberapa orang Jerman terhadap orang asing dan umat Islam kadang kala juga mewarnai irama kehidupan.
Satu contoh, dadaku pernah dibuat mendidih oleh segerombolan anak sekolah yang duduk mengelilingi tempat dudukku di bis yang membawaku pulang ke rumah di pinggir kota. Jilbabku ditarik-tarik, bajuku sengaja disembur oleh air minum yang dibawanya. Kejadian lain juga dialami oleh temanku yang juga berjilbab, di saat hawa panas cukup menggigit, tiba-tiba seorang nenek memukulnya dengan payung ketika temanku sedang santai berjalan di suatu tempat. Kaget, jelas saja, tak angin dan tak ada hujan, tiba-tiba dapat serangan mendadak seperti itu. Entahlah, mengapa mereka melakukan itu, bisa jadi kebencian pada Islam membuat mereka melakukan itu. Yang lucunya lagi, seorang teman lain, pernah ditegur keras oleh seorang nenek yang tinggal satu apartemen dengannya yang terganggu dengan aktivitas temanku, “Pagi-pagi kamu sering bernyanyi ya!” hardik nenek itu. Temanku sedikit bingung, tak lama ia pun sadar. Mungkin yang dimaksud nenek itu suara tilawah al-Qur’an ba’da subuh yang kerap dilakukan oleh suaminya. Yang parah, seorang rekan muslim pengurus sebuah lembaga Islam yang mengumpulkan zakat, infaq, dan shadaqoh (ZIS), pernah diciduk oleh polisi dan diinterogasi berjam-jam. Masalahnya cuma satu, di rekeningnya masuk uang ratusan Euro. Polisi mencurigai, dana yang masuk untuk membiayai terorisme.
Hidup sebagai orang asing memang memiliki tantangan tersendiri. Mungkin, di situlah ujian yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Pun, tantangan dan problematikanya begitu luas dan sulit untuk ditembus. Setiap tempat punya tantangan tersendiri, bagaimana kita bersikap terhadap tantangan itulah kunci kita bisa hidup ajeg. Iman seseorang butuh ujian, karena memang itulah hakekat keimanan, akan selalu diuji untuk mengetahui sejauh mana kualitasnya. Surga itu mahal dan tidak diperoleh dengan mudah. Beratnya hidup, sulitnya menaklukkan tantangan adalah bayaran kita untuk mendapatkan surga, jika kita tetap berada dalam ketaatan.
“Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (ujian) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kami. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, diguncang (dengan berbagai cobaan). Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (Qs. al-Baqarah: 214)
Ya, surga itu milik orang-orang yang tegar hingga akhir. Orang-orang yang tabah menghadapi guncangan. Orang-orang yang tidak menundukkan kepala kala badai menerpa. Orang-orang yang selalu dalam kesabaran, meskipun ujian berat telah memuncak. Orang-orang yang memiliki jargon hidup ashshobru quwwatuna (sabar adalah kekuatan kita) dan atstsabat mauqifuna (teguh adalah sikap kita). Orang-orang yang tetap istiqomah pada pendirian bahwa tidak ada pertolongan kecuali pertolongan Allah dan dengan kehendak Allah.
Memang tak ada yang mengingkari bahwa bersikap tegar, sabar dan istiqomah di kala beban berat telah menghimpit tidaklah mudah. Rasulullah pun ketika turun ayat yang menganjurkan untuk bersikap istiqomah, rambut beliau sampai beruban memikirkannya. Namun, mungkin dengan kita sering bercermin pada pengalaman hidup orang lain, termasuk pada generasi terdahulu, akan membuat kita tidak lemah dan loyo untuk bertempur dan bertarung menghadapi medan kehidupan yang begitu sulit. Sejarah mencatat bagaimana generasi terdahulu sangat berat ujiannya. Mereka bukan sekedar tidak mendapat senyuman, dihardik, atau diperlakukan tidak manusiawi, tetapi mereka mendapatkan siksaan yang luar biasa dan mengorbankan jiwa demi sebuah aqidah yang mereka pegang.
Tengoklah pada sebuah generasi, di mana ada orang saleh yang digergaji dalam keadaan hidup dari arah kepalanya hingga tubuhnya terbelah dua oleh orang kafir. Atau pada generasi lain juga ada penguasa kafir yang membuat parit, lalu menyalakan api di sana dan mempersiapkan bahan bakar agar parit itu tetap menyala, kemudian ia menggiring orang-orang saleh ke mulut parit itu. Bumi telah pun menjadi saksi, ketika syahidah pertama dalam dunia Islam, yaitu ibunda Sumayyah mengalami penderita yang teramat sangat ketika kelaminnya ditusuk oleh panah hingga tembus ke kepala. Dan masih lekat dalam ingatan kita bagaimana muslimah-muslimah di Bosnia Herzegovina harus menanggung penderitaan ketika kehormatannya direnggut oleh orang-orang Serbia dengan paksa. Dan tak sedikit dari mereka harus bersabar dan tabah menjalani kehamilan dari benih si pemerkosa.
Astaghfirullohal’azhim, ternyata ujian kita belum apa-apa dibandingkan mereka. Tetapi kita tidak memungkiri, lisan ini sering berkeluh kesah, dada ini sering sesak, mata ini pun tak jarang sembab oleh tangis. Ampunilah dosa kami ya Allah… kuatkan kesabaran kami, teguhkan pendirian kami, terangi hati kami, lapangkan jiwa kami, penuhi ruh kami dengan kalimat-kalimat-Mu, rapikan barisan kami, dekatkan kami dengan Rasul-Mu, pahamkan kami dengan ajaran-Mu, akrabkan kami dengan pewaris Rasul-Mu, datangkanlah pertolongan-Mu pada kami, sebagaimana janji-Mu bahwa sesungguhnya pertolongan-Mu amat dekat…
Wallohu a’lam bishawab
(Aachen, 15 Juni 2005)
Renungan untuk diri yang lemah dan teruntuk sahabatku di Moskow. Teruskan perjuanganmu, ukhti!
Nurul H. Astuti

0 komentar:

Posting Komentar