Sabtu, 29 Mei 2010

Menikahi Wanita Hamil (mohon disebarkan)....

Segala puji hanya bagi Allah, Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan sahabatnya yang setia sampai hari kiamat, amma ba?du;

Sebenarnya sudah lama saya ingin menuliskan tentang masalah ini agar menjadi jelas dan gamblang, namun alhamdulillah ternyata sudah ada artikel yang cukup bagus, ilmiyyah dan berbobot, sehingga saya cukupkan dengan artikel tersebut karena apa yang saya inginkan sudah terwakili olehnya.

Artikel dibawah ini adalah pendapat yang benar dalam masalah ini menurut Al-Qur?an, As-Sunnah dan Salafush Shaleh. Pada bagian terakhir saya (Abdullah Saleh Hadrami) akan menyertakan bantahan terhadap syubhat yang ada dalam masalah ini.

Menikahi Wanita Hamil

Untuk menghindari aib maksiat hamil di luar nikah, terkadang orang justru sering menutupinya dengan maksiat lagi yang berlipat-lipat dan berkepanjangan. Bila seorang laki-laki menghamili wanita, dia menikahinya dalam keadaan si wanita sedang hamil atau meminjam orang untuk menikahi-nya dengan dalih untuk menutupi aib, nah apakah pernikahan yang mereka lakukan itu sah dan apakah anak yang mereka akui itu anak sah atau dia itu tidak memiliki ayah ? Mari kita simak pembahasannya !!

Status Nikahnya :

Wanita yang hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan, baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau pun dengan laki-laki lain kecuali bila memenuhi dua syarat :*1

Pertama; Dia dan si laki-laki taubat dari perbuatan zinanya.*2 Hal ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan menikah dengan wanita atau laki-laki yang berzina, Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya ?Laki-laki yang berzina tidak mengawini, kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik dan yang demikian itu, diharamkan atas orang-orang yang mu?min.?3

Syaikh Al-Utsaimin berkata, ?Kita mengambil dari ayat ini satu hukum yaitu haramnya menikahi wanita yang berzina dan haramnya menikahkan laki-laki yang berzina, dengan arti, bahwa seseorang tidak boleh menikahi wanita itu dan si laki-laki itu tidak boleh bagi seseorang (wali) menikahkannya kepada putri-nya.4

Bila seseorang telah mengetahui, bahwa pernikahan ini haram dilakukan namun dia memaksakan dan melanggarnya, maka pernikahannya tidak sah dan bila melakukan hubungan, maka hubungan itu adalah perzinahan.5 Bila terjadi kehamilan, maka si anak tidak dinasabkan kepada laki-laki itu atau dengan kata lain, anak itu tidak memiliki bapak.6 Orang yang menghalalkan pernikahan semacam ini, padahal dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkannya, maka dia dihukumi sebagai orang musyrik. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya, ?Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan (sekutu) selain Allah yang mensyari?atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?? 7

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan orang-orang yang membuat syari?at bagi hamba-hambaNya sebagai sekutu, berarti orang yang menghalalkan nikah dengan wanita pezina sebelum taubat adalah orang musyrik.*8

Namun, bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya, tentunya bila syarat ke dua berikut terpenuhi.*9

Ke dua : Dia harus beristibra? (menunggu kosongnya rahim) dengan satu kali haidl, bila tidak hamil, dan bila ternyata hamil, maka sampai melahir-kan kandungannya.*10

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda : Artinya, ?Tidak boleh digauli (budak) yang sedang hamil, sampai ia melahir-kan dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil, sampai dia beristibra? dengan satu kali haid.*11

Di dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang menggauli budak dari tawanan perang yang sedang hamil sampai melahirkan dan yang tidak hamil ditunggu satu kali haidl, padahal budak itu sudah menjadi miliknya.

Juga sabdanya Shallallaahu alaihi wa Sallam : Artinya, ?Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dia menuangkan air (maninya) pada semaian orang lain.*12

Mungkin sebagian orang mengatakan, bahwa yang dirahim itu adalah anak yang terbentuk dari air mani si laki-laki yang menzinainya yang hendak menikahinya. Jawabnya adalah apa yang dikatakan oleh Al Imam Muhammad Ibnu Ibrahim Al Asyaikh , ?Tidak boleh menikahinya sampai dia taubat dan selesai dari ?iddahnya dengan melahirkan kandungannya, karena perbedaan dua air (mani), najis dan suci, baik dan buruk dan karena bedanya status menggauli dari sisi halal dan haram.? 13

Ulama-ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan, ?Dan bila dia (laki-laki yang menzinainya setelah dia taubat) ingin menikahinya, maka dia wajib menunggu wanita itu beristibra? dengan satu kali haidl sebelum melangsungkan akad nikah dan bila ternyata dia hamil, maka tidak boleh melangsungkan akad nikah dengannya, kecuali setelah dia melahirkan kandungannya, berdasarkan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang seseorang menuangkan air (maninya) di persemaian orang lain.?*14

Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra? terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubungan badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra? dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.

Status Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah.

Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi?i dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang menaburkan benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama saja baik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami.*15 Jadi anak itu tidak berbapak.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam : Artinya ?Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).? 16

Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasabkan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.17

Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, ?Seorang laki-laki mengaku berzina dengan seorang wanita merdeka dan (dia mengakui) bahwa anak ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya, maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam : Artinya ?Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)? 18

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah menjadikan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina, yaitu maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah Subhanahu wa Ta'ala.19
Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, ?Dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)? Maka beliau menafikan (meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam. 20

Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang berzina maka :

Anak itu tidak berbapak.
Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu.
Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, Artinya ?Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali?21

Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang dizinahi itu dinikahi sebelum beristibra? dengan satu kali haidh, lalu digauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelah anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari pernikahan yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?

Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena taqlid kepada orang yang membolehkannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan wanita di masa ?iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa wanita itu sedang dalam masa ?iddahnya, maka anak yang terlahir itu tetap dinisbatkan kepadanya padahal pernikahan di masa ?iddah itu batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan di atas adalah lebih berhak.22

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa, beliau berkata, ?Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil di hadapan Allah dan RasulNya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya).23

Semoga orang yang keliru menyadari kekeliruannya dan kembali taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesungguhnya Dia Maha luas ampunannya dan Maha berat siksanya. (Abu Sulaiman).


Endnote :
(1)Minhajul Muslim.
(2)Taisiril Fiqhi Lijami'il Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/584, Fatawa Islamiyyah 3/247, Al Fatawa Al Jami'ah Lil Mar'ah Al Muslimah 2/5584.
(3)An Nur : 3.
(4)Fatawa Islamiyyah 3/246.
(5)Ibid.
(6)Ibid 33/245.
(7)Asy Syruraa : 21.
(8)Syiakh Al Utsaimin di dalam Fatawa Islamiyyah 3/246.
(9)Ibid 3/247.
(10)Taisiril Fiqhi Lijami'il Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/583, Majmu Al Fatawa 32/110.
(11)Lihat Mukhtashar Ma'alimis Sunan 3/74, Kitab Nikah, Bab : Menggauli Tawanan (yang dijadikan budak), Al Mundziriy berkata : Di Dalam isnadnya ada Syuraik Al Qadliy, dan Al Arnauth menukil dari Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Talkhish : Bahwa isnadnya hasan, dan dishahihkan oleh Al Hakim sesuai syarat Muslim. Dan hadits ini banyak jalurnya sehingga dengan semua jalan-jalannya menjadi kuat dan shahih.( Lihat Taisir Fiqhi catatan kakinya 2/851.)
(12)Abu Dawud, lihat, Artinya: 'alimus Sunan 3/75-76.
(13)Fatawa Wa Rasail Asy Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim 10/128.
(14)Majallah Al Buhuts Al Islamiyyah 9/72.
(15)Al Mabsuth 17/154, Asy Syarhul Kabir 3/412, Al Kharsyi 6/101, Al Qawanin hal : 338, dan Ar Raudlah 6/44. dikutip dari Taisiril Fiqh 2/828.
(16)Al-Bukhari dan Muslim.
(17)Taud-lihul Ahkam 5/103.
(18)Al Bukhari dan Muslim.
(19)Al Mabsuth 17/154.
(20)At Tamhid 6/183 dari At Taisir.
(21)Hadits hasan Riwayat Asy Syafi'iy, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
(22)Al-Mughniy 6/455.
(23)Dinukil dari nukilan Al Bassam dalam Taudlihul Ahkam 5/104.

http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=153


Syubhat dan Bantahannya

Oleh: Abdullah Saleh Hadrami

Sebagian Ustadz menfatwakan bolehnya menikahi wanita hamil asalkan lelaki tersebut adalah yang menghamilinya dan mereka menisbahkan fatwa ini kepada Salafush Shaleh sebagaimana dibawah ini:

http://www.almanhaj.or.id/content/2253/slash/0

Setelah saya meruju? kepada kitab-kitab yang telah disebutkan, yaitu kitab-kitab aslinya yang berbahasa Arab, ternyata saya mendapatkan bahwa tidak satupun dari pendapat-pendapat yang dibawakan oleh penulis terdapat kata-kata hamil, sama sekali tidak ada kata-kata hamil. Yang ada adalah, seorang laki-laki berzina dengan perempuan, lalu keduanya bertaubat dan melangsungkan pernikahan. Kalau ini, maka tidak ada khilaf tentang bolehnya. Jadi, pendapat tersebut adalah murni pendapat penulis sendiri dan tidak benar kalau dinisbahkan kepada Salafush Shaleh ?Rahimahumullah.

Alhamdulillah, saya sempat bertemu dengan penulis ketika Daurah di Wisma Erni Lawang dan sempat membicarakan masalah ini dengan beliau, saat itu beliau (penulis) mengatakan akan melihat lagi.

Fatwa yang membolehkan menikahi wanita hamil asalkan yang menikahi adalah lelaki yang telah menghamilinya dan menisbahkan anak yang lahir dari kehamilan tersebut kepada si lelaki yang menghamili adalah FATWA BATIL DAN BERBAHAYA.

BATIL, karena menyalahi Al-Qur?an, As-Sunnah dan Salafush Shaleh.
BERBAHAYA, karena berdampak semakin maraknya perzinaan dan anak-anak yang lahir dari hasil perzinaan disebabkan mereka merasa tenang dan aman karena telah mendapat kemudahan dan dukungan dari fatwa-fatwa tersebut.

Semoga Allah selamatkan diri kita dan keluarga kita serta kaum muslimin semuanya dari segala hal yang mendatangkan murka Allah Ta?aala, amien.

Wallaahul Musta?aan.

Ciri Wanita Muslimah Ahli Surga

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Di antara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.
2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.
4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.
5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.
6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.
7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.
8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.
9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.
10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.
11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.
12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).
13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.
14. Berbakti kepada kedua orang tua.
15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13)

MALAM PERTAMA dialam Kubur


Malam itu ialah MALAM PERTAMA DI ALAM KUBUR!
Pernahkah engkau melihat kuburan?
Pernahkah engkau melihat gelapnya kuburan?
Pernahkah engkau melihat sempit dan dalamnya liang lahat?
Pernahkah engkau membayangkan kengerian dan kedahsyatan alam kubur?
Sedarkah engkau bahawa kuburan itu dipersiapkan untukmu dan untuk orang-orang selain darimu?
Bukankah telah silih berganti engkau melihat teman-teman, orang-orang tercinta dan keluarga terdekatmu diusung dari dunia fana ini ke kuburan?

Apakah Malam Pertama Kita di Alam Kubur Nanti Asyik dan Nikmat atau Penuh Derita dan Sengsara?"

Wahai anak Adam, apa yang telah engkau persiapkan saat malam pertamamu nanti di alam kubur? Tidakkah engkau tahu, bahawa ia adalah malam yang sangat mengerikan. Malam yang kerananya para ulama' serta orang-orang yang soleh menangis dan orang-orang bijak mengeluh. Apa tidaknya, kala itu kita sedang berada di dua persimpangan dan di dunia yang amat berbeza.

"Suatu hari pasti engkau akan tinggalkan tempat tidurmu (di dunia), dan ketenangan pun menghilang darimu. Bila engkau berada di kuburmu pada malam pertama, demi Allah, fikirkanlah untung nasibmu dan apa yang akan terjadi padamu di sana?"

Hari ini kita berada di dunia yang penuh keriangan dengan anak-anak, keluarga dan sahabat handai, dunia yang diterangi dengan lampu-lampu yang pelbagai warna dan sinaran, dunia yang dihidangkan dengan pelbagai makanan yang lazat-lazat serta minuman yang pelbagai, tetapi pada keesokannya kita berada di malam pertama di dalam dunia yang kelam gelap-gelita, lilin-lilin yang menerangi dunia adalah amalan-amalan yang kita lakukan, dunia sempit yang dikelilingi tanah dan bantalnya juga tanah.

Pada saat kita mula membuka mata di malam pertama kita di alam kubur, segala-galanya amat menyedihkan, tempik raung memenuhi ruang yang sempit tapi apakan daya semuanya telah berakhir. Itukah yang kita mahukan? Pastinya tidak bukan? Oleh itu beramallah dan ingatlah sentiasa betapa kita semua akan menempuhi MALAM PERTAMA DI ALAM KUBUR!

Di dalam usahanya mempersiapkan diri menghadapi malam pertama tersebut, adalah diceritakan bahawa Rabi' bin Khutsaim menggali liang kubur di rumahnya. Bila ia mendapati hatinya keras, maka ia masuk ke liang kubur tersebut. Ia menganggap dirinya telah mati, lalu menyesal dan ingin kembali ke dunia, seraya membaca ayat:

"Ya Rabbku, kembalikanlah aku semula (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal soleh terhadap apa yang telah kutinggalkan (dahulu)." (Surah Al-Mu'minun, ayat 99-100)

Kemudian ia menjawab sendiri; "Kini engkau telah dikembalikan ke dunia wahai Rabi'.." Dan disebabkan hal tersebut, Rabi' bin Khutsaim didapati pada hari-hari sesudahnya sentiasa dalam keadaan beribadah dan bertaqwa kepada Allah!

Wahai saudaraku, tidakkah engkau menangis atas kematian dan sakaratul maut yang bakal menjemputmu? Wahai saudaraku, tidakkah engkau menangis atas kuburan dan kengerian yang ada di dalamnya? Wahai saudaraku, tidakkah engkau menangis kerana takut akan hausnya di hari penyesalan? Wahai saudaraku, tidakkah engkau menangis kerana takut kepada api Neraka di Hari Kiamat nanti?
Sesungguhnya kematian pasti menghancurkan kenikmatan para penikmatnya. Oleh itu, carilah (kenikmatan) hidup yang tidak ada kematian di dalamnya. "Ya Allah, tolonglah kami ketika sakaratul maut!"
Kewajiban menutup aurat bagi wanita

Rasulullah SAW bersabda: "Ada dua golongan penghuni neraka yang aku
belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam
cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-
wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok.
Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk
surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga
itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian." (HR. Muslim)

Wanita-wanita yang digambarkan Rasul dalam hadis di atas sekarang
banyak sekali kita lihat. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yang
mentradisi dan dianggap lumrah. Mereka adalah wanita-wanita yang
memakai pakaian tapi telanjang. Sebab pakaian yang mereka kenakan
tak dapat menutupi apa yang ALLAH SWT perintahkan untuk ditutupi.
Budaya barat adalah penyebab fenomena ini. Sebab pakaian yang "tak
layak" tersebut bukanlah merupakan budaya masyarakat Islam dan tidak
pula dikenal dalam tradisi masyarakat kita. Namun itu adalah hal
baru yang lantas diterima tanpa dikritisi. Tidak pula itu diuji
dengan pertanyaan, bolehkah ini menurut agama, atau baikkah ini bagi
kita dan pertanyaan lain yang senada. Boleh jadi karena perasaan
rendah diri yang akut dan silau terhadap kemajuan barat dalam
beberapa hal akhirnya banyak di antara kita yang menerima budaya
barat dengan mata tertutup (atau sengaja menutup mata).

Namun di sana kita juga melihat fajar yang mulai terbit. Kesadaran
untuk kembali kepada budaya kita sendiri (baca: budaya berpakaian
islami) mulai tumbuh. Betapa sekarang kita banyak melihat indahnya
kibaran jilbab di mana-mana. Di kampus, di sekolah, di pasar dan
bahkan di terminal-terminal. Malah di beberapa negara barat (Inggris
dan Jerman misalnya) muslimah-muslimah pemakai jilbab tak lagi sulit
ditemukan. Meski di Perancis malah terjadi sebaliknya, ada
pelarangan penggunaan jilbab walau sudah tidak terlalu banyak
perdebatan lagi.

Jelasnya saat ini sudah tak ada lagi larangan untuk mengenakan
busana dan pakaian yang menutup aurat. Permasalahannya, apakah
jaminan kebebasan ini kemudian segera disambut oleh para muslimah
kita dengan segera kembali mengenakan pakaian takwa itu atau tidak.
Yang pasti alasan dilarang oleh si ini dan si itu kini tak berlaku
lagi.

AURAT WANITA DAN HUKUM MENUTUPNYA
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain
(selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali
wajah dan telapak tangan. Yang menjadi dasar hal ini adalah:

1. Al-Qur'an surat Annur(24):31
"Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan khumur (Ind: jilbab)nya ke dadanya…'"

Keterangan :
Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh ALLAH
SWT.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.

Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya
menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab jika
perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat
perhiasan itu berada. Sekarang marilah kita perhatikan penafsiran
para sahabat dan ulama terhadap kata "…kecuali yang biasa nampak…"
dalam ayat tersebut. Menurut Ibnu Umar RA. yang biasa nampak adalah
wajah dan telapak tangan. Begitu pula menurut `Atho,' Imam Auzai dan
Ibnu Abbas RA. Hanya saja beliau (Ibnu Abbas) menambahkan cincin
dalam golongan ini. Ibnu Mas'ud RA. mengatakan maksud kata tersebut
adalah pakaian dan jilbab. Said bin Jubair RA. mengatakan maksudnya
adalah pakaian dan wajah. Dari penafsiran para sahabat dan para
ulama ini jelaslah bahwa yang boleh tampak dari tubuh seorang wanita
adalah wajah dan kedua telapak tangan. Selebihnya hanyalah pakaian
luarnya saja.

d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk
jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam
bahasa kita disebut jilbab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada
adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup
hanya dengan menutupkan jilbab pada kepala saja dan ujungnya
diikatkan ke belakang. Tapi ujung jilbab tersebut harus dibiarkan
terjuntai menutupi dada.

2. Hadis riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk
menjumpai Rasulullah SAW dengan pakaian yang tipis, lantas
Rasulullah SAW berpaling darinya dan berkata:"Hai Asma,
seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil
baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini," sambil beliau
menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).

Keterangan :
Hadis ini menunjukkan dua hal:
a. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak
tangan.
b. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu
seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil
tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib.
Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak
dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak
hanya berlaku pada saat solat saja namun juga pada semua tempat yang
memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Selain kedua dalil di atas masih ada dalil-dalil lain yang
menegaskan akan kewajiban menutup aurat ini:

1. Dari Al-Qur'an:
a. "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan
tabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu…"
(Qs. Al-Ahzab: 33).

Keterangan:
Tabarruj adalah perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian
tubuh yang wajib untuk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adalah
merupakan perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji
pada zaman jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi
ka'bah dalam keadaan bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau
perempuan.

Konteks ayat di atas adalah ditujukan untuk istri-istri Rasulullah
SAW. Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah.
Kaidah ilmu ushul fiqh mengatakan: "Yang dijadikan pedoman adalah
keumuman lafadz sebuah dalil dan bukan kekhususan sebab munculnya
dalil tersebut (al ibratu bi umumil lafdzi la bikhususis sabab).

b. "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: `Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka
tidak diganggu. Dan ALLAH SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Qs. Al-Ahzab: 59).

Keterangan:
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh
(pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti
kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup
seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda
keimanan mereka.

2. Hadis Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda:
"Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya:
Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mrip ekor sapi
untk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun
telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak
punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium
baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak
sekian dan sekian." (HR. Muslim)

Keterangan:
Hadis ini menjelaskan tentang ancaman bagi wanita-wanita yang
membuka dan memamerkan auratnya. Yaitu siksaan api neraka. Ini
menunjukkan bahwa pamer aurat dan "buka-bukaan" adalah dosa besar.
Sebab perbuatan-perbuatan yang dilaknat oleh ALLAH SWT atau Rasul-
Nya dan yang diancam dengan sangsi duniawi (qishas, rajam, potong
tangan dll) atau azab neraka adalah dosa besar.

NB: Perlu diingat bahwa yg utama dan utama adalah menumbuhkan
keimanan dalam diri wanita wanita kita. Seperti yang telah
dicontohkan Rasulullah saw bahwa Rasulullah dalam menyampaikan
risalahnya didahulu dengan menguatkan dasar keimanan kepada umatnya.
Sehingga jika iman sudah tumbuh di hati, amalan (praktik) ibadah
akan mudah dilaksanakan.

Dalam Islam kasih sayang dan hikmah adalah jalan yang disunnahkan.
Semoga istri istri dan anak anak perempuan kita, memahami mengapa
harus menutup aurat dan mengetahui apa ganjarannya (baik pahala dan
dosa). Hanya Allah swt sajalah yang mempunyai hak hidayah, kita
manusia hanya sebagai penyampai saja. Dan selama hak menyampaikan
itu sudah kita lakukan, maka insyaAllah kita lepas dari tanggung
jawab itu kelak di hadapan Allah swt.